Saturday, October 5, 2013

Hati-Hati Gunakan Cat Rambut...Wanita Ini Alami Koma

Hati-Hati Gunakan Cat Rambut...Wanita Ini Alami Koma


REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Julie McCabe, seorang ibu dengan dua anak asal Inggris,jadi buah pemberitaan dunia. Ia roboh dan nyaris berhenti bernafas saat tengah mengecat rambutnya di rumah dengan pewarna rambut merek terkenal.

Kini dia dirawat di ICU dengan peluang hidup hanya 8 persen. Hidupnya disokong alat medis sejak tiga minggu ini.Dokter mengingatkan, kalaupun dia berhasil selamat, maka ia akan mengalami kerusakan otak yang parah.

Diduga, ia keracunan zat kimia atau mengalami alergi terhadap bahan tertentu. Dia diketahui tengah mengecat rambutnya dengan produk  L'Oreal Preference.

Dokter yang merawatnya telah meminta alat dan sarung tangan yang ia gunakan saat mengecat rambutnya.

L'Oreal telah menawarkan untuk membantu staf medis dengan informasi yang dapat membantu untuk  menyelamatkan Julie. Dikhawatirkan, para-phenylenediamine kimia (PPD) - ada dalam 99 persen dari semua pewarna rambut - dihubungkan dengan kondisinya.

Keluarganya, yang mengatakan Julie mengecat rambutnya setiap enam minggu dan tidak pernah mengalami reaksi apapun sebelumnya. Keluarganya sekarang mempertimbangkan untuk mengambil tindakan hukum.

Mereka telah menghubungi seorang pengacara yang mewakili orang lain yang menderita reaksi terhadap PPD.

Kasus Julie datang kurang dari sebulan setelah Tabatha McCourt, 17 tahun, pingsan dan meninggal 20 menit kemudian setelah ia mengecat rambutnya.

Sebuah penyelidikan terus dilakukan untuk menetapkan penyebab pasti kematiannya.

Ayah Julie, Keith Miller menyatakan anaknya mengecat rambutnya dengan warna pirang di rumahnya di Keighley, West Yorkshire, pada 30 Oktober."Dia membilas rambutnya setelah 20 menit seperti yang dianjurkan, ketika tiba-tiba dia mengalami sesak nafas," ujarnya.

Suaminya segera melarikannya ke rumah sakit. "jantungnya berhenti berdetak di jalan. Dan dokter menyatakan, otaknya kekurangan oksigen karenanya," katanya lagi.
Redaktur: Siwi Tri Puji B

Ingatan Lebih Tajam Saat Mata Melirik ke Kanan

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

img
Ilustrasi (foto: Thinkstock)
Jakarta,  Agar bisa mengingat materi kuliah dengan baik, tidak ada salahnya mencoba duduk di deretan bangku sebelah kiri sehingga pandangan agak melirik ke kanan. Menurut penelitian, ingatan akan lebih tajam ketika mata melirik ke arah kanan.

Hubungan antara lirikan mata dengan daya ingat dibuktikan dalam sebuah penelitian di  Montclair State University , Amerika Serikat. Prof Ruth Propper yang memimpin penelitian itu melibatkan sejumlah mahasiswanya sebagai partisipan dalam eksperimen kecilnya. 

Para partisipan dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing diberi kacamata khusus agar hanya melirik ke arah tertentu. Kelompok pertama hanya bisa melirik ke arah kiri, kelompok kedua hanya bisa melirik ke kanan sedangkan kelompok ketiga hanya bisa melirik atas bawah. 

Dengan kacamata tersebut, para partisipan diminta mencermati peta Amerika Serikat, lalu diminta mengingat-ingat sebanyak mungkin lokasi di dalam peta. Para ilmuwan lalu menyebut nama suatu tempat dan tugas para partisipan adalah menemukan tempat tersebut secepat mungkin di dalam peta. 

Hasil analisis menunjukkan, kelompok partisipan yang hanya bisa melirik ke arah kanan mampu mengingat-ingat suatu tempat dengna lebih baik. Ketika diminta menemukan lokasi suatu tempat di peta, partisipan dalam kelompok ini bisa melakukannya 25 persen lebih cepat. 

"Saat mata melirik ke kanan, hasil pemindaian dengan fMRI ( functional Magnetic Resonance Imaging ) menunjukkan bahwa otak di sebelah kiri lebih aktif dibanding otak bagian kanan," ungkap Prof Propper seperti dikutip dari  Menshealth.com , Selasa (29/11/2011). 

Prof Propper menambahkan, fenomena ini disebut cross-wired, yakni meningkatnya aktivitas salah satu sisi otak ketika bagin tubuh pada sisi yang berlawanan sedang digunakan. Dalam hal ini, gerakan mata ke kanan berhubungan dengan aktivitas otak di bagian kiri. 

Otak di bagian kiri selama ini dikenal sebagai pusat pengaturan bahasa dan percakapan. Karena itu jika bagian ini sedang lebih aktif, maka seseorang akan lebih mudah mengingat ucapan maupun hal-hal lain yang melibatkan kemampuan berbahasa, termasuk membaca tulisan. 

Jangan Malas Berpikir Biar IQ Tidak Turun

Jangan Malas Berpikir Biar IQ Tidak Turun

Adelia Ratnadita - detikHealth


img
(Foto: thinkstock)
Otago, Selandia Baru, Orang yang pekerjaannya cukup sederhana dan memerlukan sedikit berpikir sebenarnya cenderung akan menurunkan IQ ( Intelligence Quotient ). Agar IQ tidak turun, disarankan untuk jangan malas berpikir dan tidak menyerah kalau menemukan pekerjaan yang rumit.

Banyak orang berpikir IQ merupakan sifat genetik, namun sebuah hasil penelitian menunjukkan IQ seseorang dapat meningkat atau menurun selama bertahun-tahun.

IQ dapat meningkat secara bertahap atau cepat, setelah setidaknya melakukan pelatihan kognitif selama beberapa minggu. Peningkatan IQ karena pelatihan ini biasanya tidak segera dimengerti oleh seseorang. Tapi jika pelatihan kognitif ditinggalkan maka dapat memudar lagi setelah beberapa bulan.

Studi yang telah dilakukan selama 30 tahun di National Institute of Mental Health menemukan orang yang pekerjaannya melibatkan hubungan yang kompleks, menyiapkan sistem yang rumit atau berurusan dengan orang atau masalah yang sulit, maka cenderung menampilkan hasil tes IQ yang lebih baik dari waktu ke waktu.

Sebaliknya, tes pada sejumlah orang yang pekerjaannya cukup sederhana dan memerlukan sedikit berpikir sebenarnya cenderung akan menurunkan IQ. Hasil penelitian tersebut telah diterbitkan pada tahun 1999 dalam  Psychology and Aging.

"Ketika para peneliti di Universitas Hamburg yang melakukan pelatihan intensif pada 20 orang dewasa muda selama 1 bulan. Para peneliti menemukan peningkatan materi abu-abu yang sesuai di otak dalam 7 hari setelah pelatihan dimulai. Materi abu-abu menyusut ketika pelatihan dihentikan," kata para peneliti seperti dilansir dari  FoxNewsHealth , Rabu (30/11/2011).

Hasil studi tersebut telah dipublikasikan pada tahun 2008 di  PLoS One.

Tes IQ tidak mengukur kemampuan seperti kreativitas, akal sehat atau kepekaan sosial. Tes IQ hanya menilai berbagai jenis pengetahuan dan kemampuan, termasuk keterampilan penalaran abstrak.

Peningkatan nilai pada penalaran abstrak adalah alasan utama nilai IQ rata-rata telah meningkat sekitar 3 poin setiap dekade sejak tahun 1930-an, berdasarkan studi oleh James Flynn, seorang profesor emeritus studi politik di University of Otago, Selandia Baru.

Dalam studi terbaru, sebanyak 33 siswa di Inggris diberikan tes IQ dan scan otak pada usia 12-16 tahun dan diamati lagi setelah sekitar 4 tahun kemudian oleh para peneliti dari Wellcome Trust Centre for Neuroimaging di University College London. Sekitar 9 persen dari siswa menunjukkan terjadi perubahan yang signifikan dari 15 poin atau lebih dalam nilai IQ.

"Pada skala di mana nilai 90-110 dianggap rata-rata, IQ seorang siswa naik 21 poin dari 107 menjadi 128. Hal tersebut berarti telah menaikkan siswa dari persentil 68 ke 97 dibandingkan dengan siswa lain pada usia yang sama. Namun, nilai siswa lain menurun dari 114 menjadi 96. Perubahan dalam skor IQ seseorang sering dibahas sebagai hasil dari kesalahan pengukuran atau subjek yang diuji sedang mengalami hari yang buruk. Tetapi MRI dalam penelitian ini menunjukkan bahwa, terdapat perubahan materi abu-abu di daerah sesuai dengan fluktuasi dalam keterampilan anak-anak," kata Cathy Price, profesor kognitif neuroscience yang telah diterbitkan dalam  Nature.

Meskipun ukuran sampel kecil, namun studi ini menarik perhatian luas karena dapat menunjukkan bagaimana perubahan dalam skor IQ dapat tercermin dalam pergeseran aktual dalam struktur otak.

Coca-cola Beracun Renggut Hidup 1 Bocah di China

Coca-cola Beracun Renggut Hidup 1 Bocah di China

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth


img
(dok. whatsonxiamen)
Changchun, China, Seorang bocah laki-laki di China tewas dan ibunya dalam kondisi koma, usai menenggak salah satu produk minuman buatan Coca-cola. Menurut hasil pemeriksaan, minuman itu mengandung pestisida atau racun serangga dalam kadar yang mematikan.

Bocah berusia 10 tahun tersebut tewas setelah mengonsumsi minuman bermerek Minute Maid Pulpy Super Milky. Minuman rasa strawberry tersebut diproduksi dan dipasarkan di China oleh salah satu pabrik minuman ringan paling ternama, yakni The Coca-cola Company.

Kepolisian Kota Changchun di Provinsi Jilin mengatakan, hasil pengujian di laboratorium menunjukkan adanya pestisida atau racun serangga dalam minuman tersebut. Namun belum disimpulkan, apakah racun tersebut dimasukkan dengan sengaja atau telah terjadi kontaminasi.

Yang jelas, pemerintah setempat melalui seorang pejabat bernama Li menyatakan telah menarik produk minuman tersebut dari peredaran. Beberapa produk Coca-cola yang lain kemungkinan juga akan ditarik dalam waktu dekat ini, dengan alasan keamanan.

Dengan alasan yang sama, badan keamanan makanan setempat juga mengimbau warga yang terlanjur membeli produk minuman ini untuk tidak meminumnya. Jika masih ada yang menyimpannya, maka diharapkan untuk menyerahkannya sesegera mungkin ke pihak berwajib.

Sementara itu, seorang staff humas (hubungan masyarakat) Coca-cola Beijing bernama Wang Lei mengatakan bahwa perusahaan tersebut telah mencicipi produknya sendiri. Sejauh ini, hasilnya memuaskan dan tidak ditemukan adanya rasa yang mencurigakan.

"Seluruh produk aman dan memenuhi standar," kata Lei dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari  Shanghai Daily , Kamis (1/12/2011).

Produk Coca-cola beracun sejauh ini hanya ditemukan di Kota Changchun, Provinsi Jilin. Produk yang sama hingga saat ini masih dijual di Kota Shanghai, karena produk yang dipasarkan di 2 kota tersebut dikatakan memang berasal dari batch yang berbeda.

Dr. Henry Kissinger wrote: “Depopulation should be the highest priority of U.S. foreign policy towards the Third World.”

Dr. Henry Kissinger wrote: "Depopulation should be the highest priority of U.S. foreign policy towards the Third World."

From:
Silenced No More
By Leuren Moret
henry-kissinger-eyes
Dr. , who wrote: "Depopulation should be the highest priority of  foreign policy towards the Third World."
Research on population , preventing future births, is now being carried out secretly by biotech companies. Dr. Ignacio Chapela, a University of California microbiologist, discovered that wild corn in remote parts of Mexico is contaminated with lab altered DNA. That discovery made him a threat to the biotech industry.
Chapela was denied tenure at UC Berkeley when he reported this to the scientific community, despite the embarrassing discovery that UC Chancellor Berdahl, who was denying him tenure, was getting large cash payments – $40,000 per year – from the LAM Research Corp. in Plano, Texas.

Berdahl served as  of Texas A&M University before coming to Berkeley. During a presentation about his case, Chapela revealed that a spermicidal corn developed by a U.S. company is now being tested in Mexico. Males who unknowingly eat the corn produce non-viable sperm and are unable to reproduce.

Depopulation, also known as eugenics, is quite another thing and was proposed under the Nazis during World War II. It is the deliberate killing off of large segments of living populations and was proposed for Third World countries under President Carter's administration by the National Security Council's Ad Hoc Group on Population Policy.

National Security Memo 200, dated April 24, 1974, and titled "Implications of world wide population growth for U.S. security & overseas interests," says:
"Dr. Henry Kissinger proposed in his memorandum to the NSC that "depopulation should be the highest priority of U.S. foreign policy towards the Third World." He quoted reasons of national security, and because `(t)he U.S. will require large and increasing amounts of minerals from abroad, especially from less-developed countries … Wherever a lessening of population can increase the prospects for such stability, population policy becomes relevant to resources, supplies and to the economic interests of U.S.

Depopulation policy became the top priority under the NSC agenda, Club of Rome and U.S. policymakers like Gen. Alexander Haig, Cyrus Vance, Ed Muskie and Kissinger. According to an NSC spokesman at the time, the United States shared  of former World Bank President Robert McNamara that the "population crisis" is a greater threat to U.S. national security interests than nuclear annihilation.In 1975, Henry Kissinger established a policy-planning group in the U.S. State Department's Office of Population Affairs. The depopulation "GLOBAL 2000″ document for President Jimmy Carter was prepared.

It is no surprise that this policy was established under President Carter with help from Kissinger and Brzezinski – all with ties to David Rockefeller. The Bush family, the Harriman family – the Wall Street business partners of Bush in financing  – and the Rockefeller family are the elite of the American eugenics movement. Even Prince Philip of Britain, a member of the Bilderberg Group, is in favor of depopulation:
"If I were reincarnated I would wish to be returned to earth as a killer virus to lower human population levels" (Prince Philip Duke of Edinburgh, leader of the World Wildlife Fund, quoted in "Are You Ready for Our New Age Future?" Insiders Report, American Policy Center, December 1995).

Secretary of Defense Donald Rumsfeld has been proposing, funding and building Bio-Weapons Level 3 and Level 4 labs at many places around the U.S. even on university campuses and in densely populated urban locations. In a Bio-Weapons Level 4 facility, a single bacteria or virus is lethal. Bio-Weapons Level 4 is the highest level legally allowed in the continental U.S.

For what purpose are these labs being developed, and who will make the decisions on where bio-weapons created in these facilities will be used and on whom? More than 20 world-class microbiologists have been murdered since 2002, mostly in the U.S. and the UK. Nearly all were working on development of ethnic-specific bio-weapons (see Smart Dust, Roboflies &).

Citizens around the U.S. are frantically filing lawsuits to stop these labs on campuses and in communities where they live. Despite the opposition of residents living near UC Davis, where a Bio-Weapons Level 4 lab was planned, it had the support of the towns mayor.

She suddenly reversed her position after a monkey escaped from a high security primate facility on the campus where the bio-weapons lab was proposed. Residents claimed that if UC Davis could not keep monkeys from escaping from their cages, they certainly could not guarantee that a single virus or bacteria would not escape from a test tube. The AWOL monkey killed the project (see Smart Dust, Roboflies&).

Population is a political problem. The extreme secrecy surrounding the takeover of nuclear weapons, NASA and the space program and the development of numerous bio-weapons labs is a threat to civil society, especially in the hands of the military and .

The fascist application of all three of these programs can be used to achieve established U.S. government depopulation policy goals, which may eliminate 2 billion of the worlds existing population through war, famine, disease and any other methods necessary.

Two excellent examples of existing U.S. depopulation policy are, first, the long-term impact on the civilian population from Agent Orange in Vietnam, where the Rockefellers built oil refineries and aluminum plants during the Vietnam War. The second is the permanent contamination of the  and Central Asia with depleted uranium, which, unfortunately, will destroy the genetic future of the populations living in those regions and will also have a global effect already reflected in increases in infant mortality reported in the U.S., Europe, and the UK.

References