Pada hakikatnya mengafirkan seseorang adl hak Allah SWT semata sehingga tidak diperbolehkan mendahului ketentuan-Nya kecuali dgn izin Allah SWT dan berdasarkan pengetahuan atau berdasarkan nash-nash Alquran dan Sunnah Nabi saw serta hujjah yg pasti dan tidak diragukan. Hal demikian karena iman dan kafir terdapat dalam hati dan tidak ada seorang pun yg mengetahui apa yg ada dalam hati seseorang kecuali Allah SWT.
Tanda-tanda lahiriyah yg terdapat pada seseorang tidak secara meyakinkan dan pasti menunjukkan apa yg terdapat dalam hati tetapi hanya bersifat dugaan. Sementara Islam melarang mengikuti dugaan sebagaimana terdapat pada banyak nash Alquran dan Sunnah dan dilarang pula hanya mencari -cari alasan atau pertanda atas suatu tuduhan terutama dalam persoalan-persoalan akidah.
Allah SWT berfirman “Wahai orang-orang yg beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka sesungguhnya sebagian prasangka itu adl dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain..” . Oleh krn itu Rasulullah saw memperingatkan Usamah bin Zaid yg membunuh seseorang yg telah mengucapkan ‘Laa Ilaha Illallahu’ sebagaimana pula Allah memperingatkan para sahabat yg hendak pergi berperang agar tidak membunuh seseorang yg memberi salam kepada mereka berdasarkan prasangka mereka bahwa ia mengucapkan salam tersebut hanya kemunafikan dan ketakutannya maka Allah SWT berfirman “Wahai orang-orang yg beriman apabila kamu pergi di jalan Allah maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yg mengucapkan ’salam’ kepadamu ‘kamu bukan seorang mukmin’ dgn maksud mencari harta benda kehidupan di dunia krn di sisi Allah ada harta yg banyak.
Begitu jugalah keadaan kamu terdahulu lalu Allah menganugerahkan ni’mat-Nya atas kamu maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yg kamu kerjakan.” Dengan demikian adl suatu keharusan mengetahui ketentuan hukum tentang seorang muslim yg keluar dari Islam dan masuk dalam kekafiran.
Seorang muslim tidak dapat mengafirkan seseorang kecuali berdasarkan petunjuk yg jelas seperti matahari di siang hari. Adapun bahaya dari sikap mengafirkan seorang muslim tanpa petunjuk yg jelas dapat menimbulkan beberapa akibat buruk yg menimpanya di antaranya Perlindungan terhadap darah dan hartanya menjadi hilang sehingga tidak ada hukum qishash bagi pelakunya tetapi hanya diasingkan.
Memisahkan dirinya dgn pasangan dan memutuskan sebab warisan antara dirinya dan pasangannya.
Kekuasaannya pada anak-anaknya menjadi hilang krn tidak ada kepercayaan mereka kepadanya.
Kepemimpinannya atas kaum muslimin putus dan harus dimusuhi.
Terjadi pembunuhan atas dirinya.
Tidak dimandikan dan tidak pula dikafani serta tidak dapat dikuburkan di komplek pemakaman kaum muslimin. Dan akibat-akibat lain yg berbahaya yg muncul akibat klaim pengafiran yg tergesa-gesa tanpa berdasarkan bukti yg jelas. Jika bukti-buktinya banyak dan jelas maka hilanglah bahaya pengafiran tersebut.
Sebagaimana dituntutnya bukti-bukti pengafiran dan tidak adanya halangan utk memutuskannya maka diwajibkan pula penelitian dan pembahasan yg mendalam sebelum dikeluarkannya hukum pengafiran tersebut terutama terhadap orang-orang yg telah menyatakan keislaman mereka dgn mengucapkan syahadat ‘Laa Ilaha Illallahu Muhammadur Rasuulullahi’ .
Imam as-Syaukani ra mengatakan “Memutuskan kekafiran seseorang haruslah dgn keterbukaan dan dgn ketenangan hati serta kedamaian jiwa sehingga tidak ada keputusan yg diterima dari dugaan kemusyrikan terutama jika tidak mengetahui adanya penyimpangan dari jalan Islam.
Juga tidak ada anggapan seseorang melakukan perbuatan kafir selama ia tidak keluar dari Islam dan menjadi kafir dan tidak juga dapat ditentukan seseorang itu kafir hanya berdasarkan ucapannya yg menunjukkan ucapan seorang kafir sedang ia tidak meyakini maknanya.
Maka tidak tiap perbuatan atau perkataan yg menunjukkan kekafiran dapat menyebabkan pelakunya menjadi kafir jika ia seorang muslim dan tidak mengetahui maksudnya. Akan tetapi jika maksudnya sudah jelas dan hujjah telah ditegakkan baginya dgn penjelasan bahwa perbuatan demikian dapat menjadikannya kafir tetapi ia tetap melakukannya maka ia adl kafir.
Jika kenyataan itu belum jelas maka tidak diperbolehkan tergesa-gesa menuduhnya kafir. Penjelasan di atas telah ditegaskan banyak nash yg melarang keras mengafirkan seorang muslim tanpa bukti yg jelas.
Di antaranya sabda Rasulullh saw “Orang yg mengatakan kepada saudaranya ‘Hai kafir’ maka hal itu akan menyebabkan salah seorang di antara keduanya terbunuh.” .
Sabda beliau yg lain “Orang yg memanggil seseorang kafir atau berkata ‘musuh Allah’ sedangkan orang tersebut tidak demikian maka ia telah sesat.” Ibnu Hajar berkata “Hadis tersebut dimaksudkan utk mencegah seorang muslim mengatakan demikian kepada saudaranya sesama muslim..” Disebutkan bahwa hadis ini menjelaskan seseorang yg mengafirkan saudaranya kekurangan dan dosanya dikembalikan kepadanya. Pengertian demikian ini dapat diterima.
Disebutkan pula bahwa tindakan tersebut dikhawatirkan akan terus berlanjut pada kekafiran seperti dikatakan bahwa perbuatan dosa adl jalannya kekafiran sehingga dikhawatirkan orang yg melakukannya akan mengalami suu’ul khatimah . Dari semua pendapat tersebut saya menegaskan bahwa orang yg menyebut kafir saudaranya yg tidak diketahuinya kecuali keislamannya dan tidak ada keraguan dalam tuduhannya maka ia adl kafir. Ia menjadi kafir krn mengafirkan saudaranya.
Jadi pengertian hadis ini adl bahwa pengafiran tersebut kembali kepada orang yg mengafirkan saudaranya dan pendapat yg kuat adl pengafiran dan bukannya kekafiran seakan-akan ia mengafirkan dirinya krn ia mengafirkan seseorang yg seperti dirinya dan siapa yg tidak mengafirkannya selain orang kafir yg tidak mempercayai kebenaran agama Islam.
Di dalam hadis-hadis seperti ini juga terdapat peringatan keras utk tidak tergesa-gesa mengafirkan sesama muslim krn tindakan demikian mengandung ancaman terhadap kehormatan seorang muslim yg telah tegas keislamannya berdasarkan keyakinan.
Oleh krn itu tidak dibolehkan menuduh seseorang kafir kecuali setelah mendapatkan bukti yg pasti akan kekafirannya secara meyakinkan. Berdasarkan penjelasan di atas hadis-hadis demikian merupakan tameng bagi manusia utk tidak melakukan tuduhan tanpa alasan kepada sesamanya.
Tuduhan kafir kepada sesama muslim akan menyebabkannya terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan yg merupakan bagian dari kekafiran atau kemusyrikan ketika hukum diberlakukan baginya. Sumber Al-Jahlu bi Masaailil i’tiqad wa Hukmuhu Abdur Razzaaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indosia
sumber file al_islam.chm
0 comments:
Post a Comment
sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun