KOMPAS.com - Banyak perempuan yang sulit hamil akibat terlalu stres dengan kondisi di sekitarnya. Setidaknya, itulah dugaan sebagian orang mengapa ada perempuan yang tak juga dikaruniai buah hati. Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikan hal itu. Penelitian yang terbaru akhirnya berhasil membuktikan: perempuan yang memiliki enzim stres yang lebih tinggi kemungkinan untuk dibuahi pada masa suburnya cenderung berkurang 12 persen.
Tingkat stres yang tinggi bisa merusak peluang perempuan untuk hamil, demikian peringatan dari para peneliti. Angka 12 persen memang kecil, namun hal ini terutama terjadi pada perempuan di usia akhir 30-an yang baru merencanakan kehamilan pertama. Umumnya, perempuan di rentang usia ini kesuburannya mulai menurun akibat usia.
Menurut studi yang dilakukan Oxford University dan US National Institutes of Health, pada perempuan yang bermasalah dalam pembuahan, ditemukan kadar darah dari penanda hormon stres (disebut alpha-amylase) yang secara konsisten lebih tinggi.
"Ini merupakan studi pertama untuk menemukan apakah ukuran stres bisa dikaitkan dengan peluang perempuan untuk hamil bulan itu," kata Dr Cecilia Pyper, dari National Perinatal Epidemiology Unit di Oxford University. "Perempuan dengan tingkat penanda stres yang tinggi cenderung tidak berhasil dibuahi."
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Fertility and Sterility ini dilakukan dengan menguji air liur 274 perempuan usia 18 - 40 tahun, yang semuanya merencanakan kehamilan, namun tidak lebih dari tiga bulan.
Peneliti menganalisa kadar kortisol (hormon stres) dan enzim alpha-amylase, yang merupakan penanda untuk adrenalin. Peneliti mengadakan tes pada hari keenam dari siklus menstruasi para responden selama total enam siklus, atau sampai perempuan tersebut hamil. Monitor kesuburan digunakan untuk mengidentifikasi ovulasi dan memastikan kehamilan dengan alat penguji kehamilan.
Dari pengujian, terlihat bahwa kortisol tidak mempengaruhi peluang untuk hamil. Namun untuk perempuan dengan kadar alpha-amylase paling tinggi, peluang hamilnya berkurang 12 persen untuk setiap hari dari hari-hari yang paling subur, daripada mereka yang kadar alpha-amylase-nya paling rendah.
"Terlepas dari hari atau frekuensi hubungan seks selama masa subur, perempuan yang konsentrasi alpha-amylase-nya lebih tinggi cenderung tidak akan menimbulkan pembuahan daripada mereka yang konsentrasinya lebih rendah. Stres mengurangi kemungkinan pembuahan secara signifikan," tegas Dr Pyper.
Ia mengatakan, belum jelas bagaimana hormon stres bisa mempengaruhi kesuburan. Tetapi, kemungkinan hal ini bisa mengurangi aliran darah dalam saluran telur, yang dapat mempengaruhi transportasi telur atau sperma.
Maka, saran bahwa pasangan harus bebas stres jika ingin memiliki anak, memang perlu dipertimbangkan. "Pada beberapa orang, cukup relevan untuk melakukan teknik-teknik relaksasi, konseling, dan bahkan pendekatan seperti yoga dan meditasi," tambah Dr Pyper. Menurutnya, terapi semacam ini juga mampu meningkatkan peluang keberhasilan kehamilan dengan metode bayi tabung.
Dokter spesialis kesuburan, Dr Allan Pacey, mengungkapkan bahwa penemuan ini sungguh menarik. Namun, meskipun pasangan umumnya sudah tahu bahwa mereka harus rileks bila ingin punya baby, kenyataannya tidak mudah melakukan hal tersebut.
"Saran saya sih, pasangan tidak usah memusingkan jadwal kesuburan itu, dan jangan mengusahakan kehamilan itu menjadi sebuah tugas. Itulah yang bisa bikin Anda stres!"
0 comments:
Post a Comment
sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun