Thursday, December 8, 2011

Dirharn Perak, Dilupakan Jangan

Diriwayatkan. Khalifah Umar bin Khathab menasihati para sahabatnya. "Jangan kalian makan telur. Jika salah seorang di antara kalian makan telur, maka sekali makan, telur itu habis. Tapi jika telur itu ditetaskan dan dipelihara akan lahir seekor ayam, bisa dijual seharga satu dirharn."

Dari riwayat ini, kita tahu harga ayam di Madinah saat itu satu dirharn per ekor. Hari ini, 14 abad kemudian, harga seekor ayam di Madinah maupun Jakarta tak lebih dari satu dirharn (1 dirharn = Rp 33.500). Jadi, seperti dinar emas, dirharn perak pun tak kenal inflasi.

Dinar dan dirharn ditakdirkan berpasangan, sebagai penakar nilai yang sangat stabil. Nisbah keduanya pun telah ditetapkan, secara syari, yaitu 710 dalam berat. Yakni 4,25 gram (dinar emas) dan 2,975 gram (dirharnperak). Sedangkan perbandingan nilainya tak ada ketentuan. Mereka mengikuti hukum pasar, tergantung permintaan dan penawaran.

Secara historis, rasio nilai dinar dan dirharn terus berubah-ubah. Di zaman Rasul SAW, rasionya 110, yang sesuai dengan nisab zakat mal, yakni 20 dinar emas dan 200 dirharn perak. Kewajiban zakatnya, masing-masing sama, yakni 2,5 persen setahun. Ketentuan tersebut tak berubah hingga saat ini, meskipun nisbah nilai dinar dan dirharn berubah-ubah.

Bagaimana hari ini? Sejak Maret 2009, Amirat Indonesia melalui Wakala Induk Nusantara (WIN), telah mengedarkan koin dirharn. Satuan yang tersedia adalah seperenam, seperdua, satu, dua, dan lima dirharn. Dinar dan dirharn kembali disandingkan, dengan rasio nilai keduanya sekitar 146. Ini amat jauh dari ideal zaman Nabi SAW, 110 hingga 112.

Hal ini berarti, perak atau dirharn, sangat under-valued. Nilainya jauh di bawah yang seharusnya. Padahal, posisi ideal emas dan perak harusnya mengikuti fitrah-nya di alam raya. Dua logam mulia ini, di dalam bumi, selalu ditemukan secara bersamaan.

Dalam bentuk koin, perbandingan emas dan perak tidak lagi 100 persen alamiah, karena masuk campur tangan manusia seperti biaya cetak dan distribusi. Keadaan perekonomian dan pasar dalam masyarakat juga memengaruhi nisbah ini. Lebih-lebih penetapan nilainya saat ini tidak lagi didasarkan pada fitrah, tapi dirusak oleh nilai fantasi uang kertas. Rasionya jadi sangat lebar.

Dalam keseharian, koin dirharn perak-dalam berbagai satuan- jauh lebih diperlukan, untuk transaksi kecil dan menengah ketim-bang yang besar (dengan dinar emas). Permintaan dirharn perak akan jauh lebih besar dari permintaan dinar emas. Artinya, peraklah yang mengalami under-valued dan bukan emas yang over-valued.

Dengan kata lain, nilai dirharn perak akan terus mengejar nilai dinar emas, mendekati fitrahnya. Berpatokan pada petunjuk Al Maqrizi, yaitu nisbah 116, maka nilai dirharn akan terus meningkat setidaknya sampai tiga kali lipat dari nilai saat ini. Jadi, kalau sekarang nilainya Rp 33.500, yang wajar harusnya sekitar Rp 100 ribu per dirharn. Karena itu, tak perlu ragu, mulailah bertransaksi dengan dirharn perak-di samping dengan dinar emas untuk nilai yang besar-se-karang juga! Sebelum terlambat, saat seluruh sistem uang kertas berbasis riba ini runtuh.

zalm zaidi. ad andina

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun