Thursday, December 8, 2011

Direktur Mantan Kuli Panggul

Ia mengubah total penampilan rumah sakitnya, termasuk membangun wisma dan gedung pertemuan. Di samping menangani Lepra, ia juga membuka pelayanan umum.

Rumah sakit itu seolah enggan beranjak dari keterpurukan. Saban hari, orang yang berobat semakin lengang. Alih-alih menyambangi, malah sebisa mungkin orang yang lewat tak menoleh ke bangunan bercat kuning tersebut. “Itu kan Rumah Sakit Kusta! Untuk apa ke sana? Nanti malah kena?!” kata seorang pedagang di sekitar Rumah Sakit itu.

Adalah Rumah Sakit Kusta Regional Makassar namanya. Memang, kebanyakan orang tak acuh dengan lembaga itu. Maklum, sepengetahuan masyarakat, semua pasien di RS tersebut pastilah penderita kusta atau lepra. Sebuah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Microbacterium Lepra. Hampir semua orang setuju jika penyakit itu disebut menjijikkan.

Persoalan itulah yang kerap membuat dr. Rasyidin Abdullah gundah. Sebagai petinggi nomor satu di RS itu, setiap malam ia merenungi nasib RS tersebut. Di kepalanya ada sebuah pertanyaan besar yang karena itu ia tak bisa tidur lelap. Teka-teki tersebut adalah: Bagaimana caranya membuat orang tak menganggap kotor RS itu, dan akhirnya mereka mau berobat atau berkunjung?

“Mempercantik diri.” Dua kata itulah yang lantas membuat sang direktur kembali bergairah. “Ya, RS ini memang harus dibenahi.

Terlebih suasana, estetika gedung dan tentunya pelayanan. Ini mut lak dikerjakan kalau ingin bangkit,” kata alumnus ESQ Makassar itu.

Perubahan pun terjadi. Gedung yang berdiri di atas tanah seluas 13 hektare itu kembali megah. Dinding-dinding yang tadinya kumal, kembali cemerlang. Lahan kosong di sekitar gedung tak dibiarkan menganggur, melainkan ditanami ratusan pohon mangga. Taman-taman kembali dipercantik. Bunga-bunga yang berwarna-warni di dekat pintu utama RS rutin disiram.

Suasana di dalam gedung tak kalah cantik. Bangsal-bangsal disulap menjadi bersih dan indah. Para pasien dilarang lalu-lalang. Kamar-kamar rutin dibersihkan. Sprei kasur, sarung bantal dan taplak meja tak pernah telat diganti. “Kebersihan di RS kami tak kalah dengan RS lain. Dan itu nyata,” kata pria kelahiran 19 Januari 1953, Sengkang, Sulsel itu. Alhasil, RS yang di Indonesia hanya ada tiga itu, berubah total.

Apalagi setelah kehadiran dua gedung yang baru rampung penger jaannya, yakni aula serba guna dan wisma kelas menengah. Ba ngunan baru yang terletak di sisi kiri dan kanan setelah pintu gerbang itu, membuat lembaga ini semakin gagah dan lengkap.

Nama keduanya sama, yakni Ininnawa Madecengge (Bugis: niat yang baik).

Suatu hari, di tengah banyaknya perubahan di RS itu, lampu ide di otak Rasyidin terang-benderang. Sebuah ide brilian untuk pengembangan RS yang dipimpinnya muncul lagi. Usul cerdas itu adalah perubahan nama RS Kusta.

“Rumah sakit kami resmi berganti nama pada tanggal 28 Juni 2008. Nama barunya adalah Rumah Sakit Dr Tadjuddin Chalid. Kami tak lagi fokus menangani penderita lepra. Kami juga membuka layanan umum. Artinya, di luar penyakit lepra, kami siap tangani,” pria yang dilantik sebagai direktur RS pada 19 Januari 2001, itu menuturkan.

Rasyidin menilai pemberian nama RS Kusta memang agak keliru, sehingga persepsi masyarakat juga ikut keliru. Bagi kebanyakan orang, RS itu hanya mengobati penyakit lepra. “Kini kami membuat new name, new image dan new spirit,” katanya.

Di tangan dokter teladan 1985 itu, RS Tadjuddin menjadi perhatian banyak orang. Rumah Sakit itu menghadirkan “sesuatu yang lain” dari kebanyakan rumah sakit yang ada. “RS ini berbeda. Di sini rimbun dan asri. Terus, di sini juga ada aula yang sering dipakai untuk seminar dan perkawinan,” kata seorang pembesuk.

Proses perubahan besar yang terjadi pada RS itu ternyata tak mulus perjalanannya. Banyak pegawai dan pasien protes. Sampai-sampai, mereka melakukan protes bersama-sama. Kala itu, suara pasien memang memiliki pangaruh besar terhadap kebijakan pimpinan. Namun, lambat laun, sesuai perkembangan perusahaan, para pendemo berbalik mendukung dan memuji. Kini, RS Tadjuddin Chalid menjadi pembina rumah sakit khusus kusta yang membawahkan sembilan provinsi di Indonesia Timur.

Wakil Korwil FKA ESQ Sulsel itu tinggal memetik hasil jerih payahnya. Pemerintah menaruh kepercayaan penuh kepada lemba ganya. Berbagai pelayanan medis dan laboratorium yang lengkap, membuat kesejahteraan pegawainya meningkat. “Dengan motto melayani dengan keikhlasan, visi kami adalah menjadi rumah sakit terkemuka di Indonesia dalam pelayanan rehabilitasi kusta.”

Rasyidin adalah anak kedua dari lima bersaudara. Masa kecil hingga remaja, ia habiskan di tanah kelahirannya, Sengkang. Ketika di SMP, ia dikenal bandel. Setiap hari, jika ke luar rumah, ia selalu membawa badik.

Namun, sifatnya berubah ketika pindah ke Makassar untuk sekolah SMA. Jauh dari orangtua dan tanpa saudara, membuatnya banyak belajar dari kehidupan. Sepulang sekolah misalnya, ia sering ke pasar menjadi kuli panggul dan kuli bangunan demi melanjutkan pendidikannya.

ILHAM MUCTHAR, HANAFI HARRIS PUTRA HASIBUAN

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun