Thursday, December 8, 2011

Sistem Moneter Islam 3

Kembali ke Sistem Moneter Islam adalah Solusinya

Kesalahan pandangan terhadap kedudukan uang yang tidah hanya berfungsi sebagai alat tukar tapi juga sebagai komoditi, serta pembuatan mata uang tidak menggunakan basis emas atau perak sehingga nilai nominal tidak menyatu dengan nilai intrinsiknya, inilah yang menjadi biang dari segala keruwetan ekonomi kapitalis.

Mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, di samping harus menata sektor riil, yang paling penting adalah meluruskan pandangan keliru tadi. Bila uang dikembalikan kepada fungsinya sebagai alat tukar saja, lantas mata uang dicetak dengan basis emas dan perak (dinar dan dirham), maka ekonomi akan betul-betul digerakkan oleh hanya sektor riil saja. Tidak akan ada sektor non riil (dalam arti orang berusaha menarik keuntungan dari mengkomoditaskan uang dalam pasar uang, bank, pasar modal dan sebagainya). Kalaupun ada usaha di sektor keuangan, itu tidaklah lebih sekedar katakanlah menyediakan uang untuk modal usaha yang diatur dengan sistem yang benar (misalnya bagi hasil). Dengan cara itu, sistem ekonomi yang bertumpu pada sektor riil akan berjalan mantap, tidak mudah goyang atau digoyang seperti saat ini. Disinilah keunggulan sistem ekonomi Islam.

Islam dengan pandangan yang bersumber dari Sang Pencipta Yang Maha Tahu, mengajarkan untuk hanya memfungsikan uang sebagai alat tukar saja. Maka dimana uang beredar, ia pasti hanya akan bertemu dengan barang dan jasa. Semakin banyak uang beredar, semakin banyak pula barang dan jasa yang diproduksi dan diserap pasar. Akibatnya pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat, tanpa ada kekhawatiran terjadi kolaps seperti pertumbuhan ekonomi dalam sistem Kapatalis yang bersifat siklik itu.

Sebagai sebuah mabda, Islam memiliki pandangan yang khas mengenai sistem moneter. Syekh Abdul Qodim Zallum dalam kitab al Amwal fi Daulati al Khilafah mengatakan bahwa sistem moneter adalah sekumpulan kaidah pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara. Yang paling penting dalam setiap keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan dimana kepada satuan itu dinisbahkan seluruh nilai berbagai mata uang lain.

Apabila satuan dasar keuangan itu adalah emas, maka sistem keuangannya dinamakan sistem uang emas. Apabila satuan dasarnya perak, dinamakan sistem uang perak. Bila satuan dasarnya terdiri dari dua satuan mata uang (emas dan perak), dinamakan sistem dua logam. Dan bila nilai satuan mata uang tidak dihubungkan secara tetap dengan emas atau perak (baik terbuat dari logam lain seperti tembaga atau dibuat dari kertas), sistem keuangannya disebut sistem fiat money.

Dengan sistem dua logam, harus ditentukan suatu perbandingan yang sifatnya tetap dalam berat maupun kemurnian antara satuan mata uang emas dengan perak. Sehingga bisa diukur masing-masing nilai antara satu dengan lainnya, dan bisa diketahui nilai tukarnya. Misalnya, 1 dinar emas syar’i beratnya 4,25 gram emas dan 1 dirham perak syar’i beratnya 2,975 gram perak.

Dengan cara itu, nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata uang dinar dan dirham akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang berlaku akan dijaga oleh nilai intrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang, yaitu emas atau perak itu sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Maka, seberapa pun misalnya dollar Amerika naik nilainya, mata uang dinar akan mengikuti senilai dollar menghargai 4,25 gram emas yang terkandung dalam 1 dinar. Depresiasi (sekalipun semua faktor ekonomi dan non ekonomi yang memicunya ada) tidak akan terjadi. Sehingga gejolak ekonomi seperti ini sekarang ini insya Allah juga tidak akan terjadi.

Penurunan nilai dinar atau dirham memang masih mungkin terjadi. Yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu, mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas). Diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya, oleh karena penemuan emas besar-besaran biasanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi yang disamping memakan investasi besar, juga waktu yang lama. Tapi, andaipun hal ini terjadi, emas temuan itu akan disimpan menjadi cadangan devisa negara, tidak langsung dilempar ke pasaran. Disinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik umum harus dikuasai oleh negara.

Sejarah Dinar dan Dirham

Dinar dan dirham telah dikenal oleh orang Arab sebelum datangnya Islam, karena aktivitas perdagangan yang mereka dengan negara-negara di sekitarnya. Ketika pulang dari Syam, mereka membawa dinar emas Romawi (Byzantium). Dari Iraq, mereka membawa dirham perak Persia (Sassanid). Kadang-kadang mereka membawa pula sedikit dirham Himyar dari Yaman.

Tetapi orang-orang Arab saat itu tidak menggunakan dinar dan dirham tersebut menurut nilai nominalnya, melainkan menurut beratnya. Sebab mata uang yang ada hanya dianggap sebagai kepingan emas atau perak. Mereka tidak menanggapnya sebagai mata yang dicetak, mengingat bentuk dan timbangan dirham yang tidak sama dan karena kemungkinan terjadinya penyusutan berat akibat peredarannya. Karena itu, untuk mencegah terjadinya penipuan, mereka lebih suka menggunakan standar timbangan khusus yang telah mereka miliki, yaitu auqiyah, nasy, nuwah, mitsqal, dirham, daniq, qirath, dan habbah. Mitsqal merupakan berat pokok yang sudah diketahui umum, yaitu setara dengan 22 qirath kurang satu habbah. Di kalangan mereka, berat 10 dirham sama dengan 7 mitsqal.

Setelah Islam datang, Rasulullah SAW mengakui (men-taqrir) berbagai muamalat yang menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia. Beliau juga mengakui standar timbangan yang berlaku di kalangan kaum Quraisy untuk menimbang berat dinar dan dirham. Tentang ini Rasulullah SAW bersabda,"Timbangan berat (wazan) adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran (mikyal) adalah takaran penduduk Madinah." (HR. Abu Dawud dari An Nasa’i).

Kaum muslimin terus menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia dalam bentuk, cap, dan gambar aslinya sepanjang hidup Rasulullah SAW dan dilanjutkan oleh kekhilafahan Abu Bakar dan awal kekhilafahan Umar bin Khaththab. Pada tahun 20 Hijriah –yaitu tahun ke-8 kekhilafahan Umar—Khalifah Umar mencetak uang dirham baru berdasarkan pola dirham Persia. Berat, gambar, maupun tulisan Bahlawi-nya (huruf Persianya) tetap ada, hanya ditambah dengan lafaz yang ditulis dengan huruf Arab gaya Kufi, seperli lafaz "Bismillah" dan "Bismillahi Rabbi" yang terletak pada tepi lingkaran.

Pada tahun 75 Hijriah (695 M) –ada yang mengatakan 76 Hijriah—Khalifah Abdul Malik bin Marwan mencetak dirham khusus yang bercorak Islam, dengan lafaz-lafaz Islam yang ditulis dengan huruf Arab gaya Kufi. Pola dirham Persia tidak dipakai lagi. Dua tahun kemudian, Abdul Malik bin Marwan mencetak dirham khusus yang bercorak Islam setelah meninggalkan pola dinar Romawi.

Lafaz-lafaz Islam yang tercetak itu misalnya kalimat "Allahu Akbar" dan "Allahu Baqa". Gambar manusia dan hewan tidak dipakai lagi. Dinar dan dirham ada yang satu sisinya diberi tulisan "La ilaaha illallah", sedang pada sisi sebaliknya terdapat tanggal pencetakan serta nama Khalifah atau Wali (Gubernur) yang memerintah pada saat pencetakan mata uang. Pencetakan yang belakangan memperkenalkan kalimat syahadat, shalawat Nabi SAW, satu ayat Al Quran, atau lafaz yang menggambarkan kebesaran Allah SWT.

Fakta ini terus berlanjut sepanjang sejarah Islam, hingga beberapa saat menjelang Perang Dunia I ketika dunia menghentikan penggunaan emas dan perak sebagai mata uang. Setelah Perang Dunia I berakhir, emas dan perak digunakan kembali sebagai mata uang, tetapi hanya bersifat parsial. Ketika negara Khilafah Islam di Turki runtuh pada tahun 1924, dinar dan dirham Islam tidak lagi menjadi mata uang kaum muslimin.

Namun demikian, emas dan perak tetap digunakan, meskipun makin lama makin berkurang. Pada tanggal 15 Agustus 1971, tatkala Richard Nixon –Presiden Amerika Serikat saat itu—mengumumkan secara resmi penghentian sistem Bretton Woods. Sistem ini sebelumnya menetapkan bahwa dollar harus ditopang oleh emas dan terikat dengan emas pada harga tertentu.

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun