Wednesday, December 7, 2011

Lari Tanpa Alas Kaki, Sehatkah?

LARI merupakan olahraga yang termudah dan tentunya murah. Banyak orang yang menolak menggunakan alas kaki ketika berlari. Sebab, diyakini lebih menyehatkan. Benarkah?

Lari dikenal dengan olahraga yang paling murah. Tidak perlu perlengkapan, cukup dengan menguatkan ikatan tali sepatu kets dan bersiap mengayunkan kaki. Bahkan, banyak yang mengatakan olahraga ini akan jauh lebih menyehatkan dan mudah jika sepatu kets ditanggalkan dan Anda pun berlari dengan bertelanjang kaki.

Lari dengan telanjang kaki ini cenderung dilakukan organisasi lari di seluruh bagian Amerika Serikat. Bahkan, cara berlari ini dijabarkan secara mendetail dalam buku best seller ”Born To Run” karangan Christopher McDougalls.

Kenyataannya, lari tanpa mengenakan alas kaki ini telah dilakukan sejak zaman dulu. Christopher bahkan mengunjungi Kota Meksiko dan menemukan suku Tarahumara yang hanya mengenakan sandal bersol amat tipis. Namun, para anggota suku tersebut mampu menempuh ribuan kilometer tanpa menderita luka di bagian kaki.

Berkaca dari hal ini, Cristopher kemudian mulai mengampanyekan lari dengan bertelanjang kaki atau hanya dengan beralaskan sepatu bersol sangat tipis. Setipis kaus kaki. Ia pun melakoni langsung cara lari ini dengan berlari sejauh beberapa kilometer setiap minggu.

Sebenarnya yang menjadi permasalahan adalah bukan pada apa yang dikenakan pada kaki. Namun, bagaimana kaki dapat dengan sempurna menyentuh permukaan tanah. Dengan berlari tanpa alas kaki, seseorang mempunyai kemampuan untuk mengubah cara kaki menginjak permukaan lantai. Dengan penekanan lebih kepada kaki bagian depan. “Sedangkan jika menggunakan sepatu, kaki cenderung mendarat pada bagian tumit lebih dahulu,” papar Cristopher seperti dilansir dari Webmd.

Penelitian menunjukkan bahwa pelari yang bertelanjang kaki akan mendarat dengan kaki depan lebih dulu. Dengan demikian hal ini dapat mengurangi benturan yang mungkin terjadi. Sementara, pelari yang menggunakan sepatu, akan selalu menyentuh permukaan tanah dengan tumit atau kaki bagian belakang. Lari tanpa alas kaki membuat seseorang dapat mendarat atau menyentuh permukaan tanah dengan lebih ringan.

Pelatihan bela diri pun juga menerapkan berlari tanpa menggunakan alas kaki. Alasannya sebenarnya cukup sederhana. Di samping sepatu zaman dulu belum dikenal, berlari tanpa menggunakan sepatu membuat kaki menjadi lebih kuat. Pelakunya lebih menyatu dengan alam sekitar dan banyak yang mempercayai cara ini juga menjadikan tubuh lebih bugar.

Lalu, apakah berlari dengan kaki bagian depan lebih dulu menyentuh permukaan lebih bagus? Hal ini ditampik Profesor Jeffrey A Ross DPM MD. Jeffrey yang menjabat sebagai Kepala Klinik Tulang di Rumah Sakit Ben Taub, Houston, menyarankan untuk berlari dengan bagian tumit menyentuh permukaan terlebih dahulu untuk lari jarak jauh.

Ia melihat banyak sprinter atau pelari cepat yang berlari dan bertumpu pada kaki depannya. “Namun, bila dalam lari jarak jauh pelari lebih sering bertumpu dengan kaki bagian depan ketika berlari, maka akan memperbesar risiko cedera pada urat,” ujar Ross yang juga bertindak sebagai juru bicara Kedokteran Olahraga dari American College. Ross menyebutkan, berlari jarak jauh dengan berat badan bertumpu pada kaki bagian depan akan mempertinggi risiko cedera lutut.

Di sisi lain, ahli tulang lainnya mengatakan bagi sebagian orang, minimnya bertumpu pada bagian tumit malah lebih bagus. Terutama bagi mereka yang sering mengalami keseleo ketika berlari. “Sebagian orang merasa lebih baik dengan berlari tanpa alas kaki. Sebagian lagi mungkin berpendapat hal itu malah membuatnya merasa tidak nyaman,” sebut James Christina, Direktur American Podiatric Medical Association atau APMA (Asosiasi Ahli Tulang Amerika). APMA tidak mendukung lari bertelanjang kaki ataupun menolaknya. Christina mengatakan, hal tersebut bergantung pada masing-masing individu yang menjalani dan dilihat dari efek yang mungkin ditimbulkan. “Sebab, sampai saat ini belum ada penelitian mendalam berkaitan dengan hal tersebut,” bebernya.

Pelari pemenang medali Olimpiade tahun 1972, Jeff Galloway, yang berlari tanpa mengenakan alas kaki pada masa mudanya menyebut, berlari dengan kaki telanjang membuat gerakan lari menjadi lebih cepat dan tangkas. “Secara rutin saya melakukan lari tanpa alas kaki, dan saya yakin hal ini akan menguatkan kaki saya,” tutur Jeff.

Tampaknya bukan hanya Jeff semata yang menerapkan metode berlari ini. Tamara Gerken, 43, dari Atlanta mengaku telah 16 bulan belakangan melakoni lari dengan kaki polos. Secara terang-terangan dia mengakui berlari dengan caranya ini telah membuatnya dapat berlari lebih cepat dan mampu menempuh jarak jauh. Namun, diakuinya pula, berlari dengan cara ini menyebabkan dirinya menderita neuromamorton, yakni suatu kondisi saraf di bagian depan kaki, tepatnya antara jari kaki mengalami semacam gangguan.

“Saya mampu berlari sejauh 17 mil tanpa sepatu, sebelum mengalami penyakit itu,” kata Tamara. Gangguan penyakit ini mulai menyerang ketika ia biasanya telah berhasil melalui 3 atau 5 mil.

Berlari dengan kaki polos ini juga membuatnya mampu bergerak lebih cepat. Ia mampu melalui beberapa jarak tertentu dalam waktu yang cukup singkat.

Perlu diketahui, lari bertelanjang kaki ini, lebih sulit dilakukan jika orang tersebut telah cukup berumur. Menurut Ross, ketika masih muda, kaki akan menghasilkan efek pegas lebih baik. Lengkungan di daerah kaki pun berada dalam kondisi yang bentuk yang masih baik. Problem semacam kulit kaki yang menebal, juga belum begitu diresahkan. Namun, bukan berarti Ross tidak memperbolehkan orang yang telah berusia lanjut untuk berlari dengan cara ini. “Kalau kondisi tubuh baik termasuk tidak ada masalah pada bagian kaki, maka tidak ada salahnya mencoba lari tanpa alas kaki,” sebutnya.

http://lifestyle.okezone.com/read/2010/02/18/27/304775/27/lari-tanpa-alas-kaki-sehatkah

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun