Thursday, December 8, 2011

Keagungan Al-Jabbar


Wahai Jabbar! Aku heran melihat yang mengenal-Mu, bagaimana dia memohon kepada selain-Mu…
Aku tak habis pikir kepada yang mengetahui sifat-Mu ini, bagaimana dia berpaling dari-Mu…..
Bukankah Engkau yang menutupi segala kekurangan, memperbaiki segala kerusakan,
dan mengembalikan keadaan sebaik mungkin.

Al-Jabbar, walau hanya disebut sekali dalam al-Qur’an, yakni pada surat Al-Hashr (59): 23 tapi hampir seluruh (jumhur) Ulama memasukkannya dalam 99 Asma Allah yang mulia (Asma’ul Husna). Allah memang pantas menyandang nama tersebut, sebab hanya Dia yang memiliki segala unsur yang terkandung dalam makna Jabbar tersebut.

Al-Jabbar memiliki makna ketinggian yang tak terjangkau. Ketika makna itu disandangkan kepada Allah, maka hal itu berarti bahwa Allah memiliki sifat agung yang menjadikan siapapun tak mampu menjangkau-Nya. Jabbar juga berarti Yang Mahatinggi sehingga memaksa yang rendah tunduk kepada yang dikehandaki-Nya. Semua yang terjadi di muka bumi, juga di langit adalah kehendak-Nya. Tak seorangpun yang mampu menghalangi kehendak-Nya.

Dalam al-Qur’an Allah menunjukkan keperkasaan-Nya:

"Kemudian Dia (Allah) menuju ke langit (yang ketika itu) berupa asap lalu berfirman kepadanya dan kepada bumi, “datanglah kalian berdua dengan patuh atau terpaksa!”. Keduanya berkata, “Kami datang dengan sukacita”." (QS. Fushshilat: 11)

Tidak hanya dalam bentuk firman, Allah juga sering menunjukkan keperkasaan-Nya melalui berbagai kejadian alam. Contoh yang paling mutakhir adalah gempa alam dan gelombang Tsunami yang menghancurkan bumi Aceh dan kepulauan Nias. Tak satu kekuatanpun yang mampu mencegahnya. Hanya yang dikehendaki-Nya saja yang selamat dari mushibah tersebut. Melalui kejadian itu seolah Allah berpesan kepada manusia, “Lalu siapa lagi yang mau menyaingi dan menandingi keperkasaan-Ku?”

Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan Imam Muslim, Allah berfirman: “Kemuliaan adalah pakaian-Ku, keangkuhan adalah selendang-Ku, siapa yang mencoba merebutnya dari-Ku, akan Aku beri siksaan”.

Ketika penghuni bumi sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kecongkakannya, mulai menyombongkan diri dan lupa kepada penciptanya, maka Allah memberikan pelajaran melalui berbagai peristiwa yang tak bisa diatasi oleh manusia. Peristiwa itu bisa berupa gejolak sosial, bisa juga berupa bencana alam. Meskipun demikian, ternyata banyak di antara manusia yang belum menyadari keperkasaan-Nya. Untuk itu, sekali lagi, dan ini yang untuk terakhir kalinya, Allah akan menujukkan keperkasaan-Nya melalui siksa neraka. “Semua muka tunduk kepada Yang Mahahidup lagi Mahapengatur dan sungguh celakalah orang-orang yang berbuat dzalim.” (QS. Thaha: 11)

Atas dasar itulah, jumhur Ulama berpendapat bahwa sifat ini tak layak disandang oleh manusia. Sebab dalam kenyataannya tak seorangpun yang mampu memaksa yang lebih rendah untuk tunduk kepada yang dikehendakinya. Manusia tak saja mampu menciptakan lalat, bahkan merekapun tak sanggup memaksakan kehendaknya pada lalat. Manusia tak pernah mampu memerintah lalat, bahkan merebut kembali apa yang telah dirampas oleh lalatpun, mereka tak sanggup melakukannya.

Meskipun demikian, Al-Ghazali masih memberi sedikit ruang kepada manusia yang terpuji akhlaqnya menyandang sifat Jabbar. Menurut Imam besar ini, bila sifat ini diteladani oleh manusia akan menjadikannya menduduki posisi yang lebih tinggi dari pengikutnya sehingga memaksa (secara otomatis) pengikutnya untuk meneladani dan mengikuti sikap, perilaku, dan pola hidupnya. Dengan demikian, ia memberi manfaat, bukan menarik manfaat. Dia mempengaruhi, bukan dipengaruhi. Dia diikuti, tidak mengikuti. Tak seorangpun yang memandangnya kecuali rindu kepadanya, bahkan si pemandang itu lupa menoleh pada dirinya sendiri. Sosok manusia yang paling pantas menyandang sifat ini adalah Muhammad saw. Beliau bersabda: “Sekiranya Musa hidup, ia tidak dapat kecuali mengikutiku”. (HR. Ahmad)

Ya Allah, Yang Maha pedih pembalasan-Nya, Yang Maha pemaksa penentang-Nya. Wahai Yang Maha Bijaksana, kami berlindung kepada-Mu dari tipu daya nafsu kami menyangkut apa yang Engkau tetapkan dan kehendaki. Kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka yang iri terhadap anugerah nikmat-Mu. Ya Allah, wahai yang menyempurnakan segala yang kurang, Yang memperkaya segala yang miskin, Yang memberi rasa aman segala yang takut, Yang mempermudah segala yang sulit, Ya Allah, Tuhan kami, permudahlah untuk kami segala yang sulit, karena bagi-Mu mempermudah yang sulit itu amat mudah. Amin.

(Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Nebula (eks ESQ Magazine) edisi cetak No. 08/Tahun I/2005)
Oleh: Hamim Thohari

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun