Thursday, December 8, 2011

Al-Khaaliq, Indahnya Kreativitas Allah


Di puncak pencariannya, Muhammad saw menerima wahyu pertama di Gua Hira. Melalui lima ayat yang diturunkan pertama kali itu, Allah hendak memuaskan dahaga para pencari kebenaran, termasuk Muhammad tentang penciptaan alam semesta dan segala isinya. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.

Sungguh indah, ketika memperkenalkan sifat dan nama-Nya, Allah tidak serta merta mengklaim diri-Nya sebagai pencipta melainkan terlebih dahulu memerintah manusia untuk membaca. Jika manusia telah bersungguh-sungguh membaca alam ciptaan-Nya, mereka akan segera menemukan bahwa alam yang luasnya tak terhingga itu pasti ada yang menciptakan. Dia pasti Dzat yang absolut, distink, dan unique. Jika luasan jagat raya tidak bisa diukur dengan alat ukur dan alat hitung apapun, maka yang menciptakan pastilah Maha tak terhingga (absolute). Dzat yang absolute itu pastilah satu, tiada dua-Nya (distink), dan tiada satupun yang menyamai-Nya (unique). Akal sehat dan ilmu manusia dapat menjangkau sampai batas ini, tidak bisa lebih dari itu. Maka hidayah Allah-lah yang kemudian dapat mengantarkan manusia untuk mengenali Sang Pencipta.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya) berkata: ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’” (QS. Ali Imraan: 191)

Al-Qur’an menyebut kata Al-Khaliq sebanyak delapan kali, dan lebih dari 150 menyebut kata ‘khalaqa’ dan segala variannya. Rahasia di balik pengulangan sebanyak itu adalah untuk memberi aksentuasi tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya.

Dalam banyak ayat, Allah menantang manusia untuk mencari cela di balik ciptaan-Nya. Al-Qur’an menyebut:

“Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu dapati sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu dalam keadaan payah.” (QS. Al-Mulk: 3-4)

Memperhatikan seluruh ciptaan-Nya, akal sehat kita segera menyadari bahwa pastilah sang kreator itu adalah dzat yang memiliki keluasan ilmu yang menyangkut bahan baku, kadar dan ukurannya, cara, serta waktu dan tempat yang sesuai agar ciptaan-Nya dapat berperan sesuai dengan tujuan penciptaan-Nya. Allah tidak pernah gagal dalam penciptaan segala sesuatu, bahkan Dia menyebut dirinya sebagai “Ahsanul Khaaliqiin”, The best and the beautiful creator.

Meskipun Allah menyebut diri-Nya sebagai ahsanul khaaliqin, Dia tetap “tawadhu” dengan mengakui keterlibatan pihak lain dalam terwujudnya sebuah karya cipta. Ketika menguraikan penciptaan manusia, Allah menggunakan kata “khalaqna al-Insaana”, Kami ciptakan manusia. Kata “na” atau “Kami” menunjukkan keterlibatan pihak lain, dalam hal ini adalah bapak ibu sang jabang bayi. Lain halnya ketika menyebut penciptaan Adam, Al-Qur’an hanya menyebutnya dengan kata “khalaqtu”, Aku ciptakan. Demikian halnya dengan penciptaan langit dan bumi. Lagi-lagi, kita diajak untuk mengenali Akhlaq Ilahi yang luar biasa.

Ajakan Allah kepada manusia untuk membaca tanda-tanda kebesaran-Nya melalui ciptaan-Nya bukan semata untuk menjadikan kita berdecak kagum sambil menggelengkan kepada dan mengucap “subhanallah”. Kagum itu boleh, bahkan harus, tapi lebih penting dari itu adalah meniru atau meneladani. Jadilah orang yang kreatif.

Ketika kita menjadi kreatif, jadilah kreator besar. Jangan tanggung-tanggung. Klaim Allah sebagai ahsanul-khaaliqiin mengarahkan kita untuk memiliki motivasi untuk menjadi the best. Kita memang tidak bisa menjadi ahsanul-khaaliqiin, tapi semangat ahsanul khaaliqiin haruslah lekat dan menjadi motivasi saat kita berkreasi.

Kedua, jadilah kreator yang jujur. Usahakan setiap kreatifitas itu original. Jangan sekali-kali menjiplak, sebab penjiplakan itu menunjukkan dua hal sekaligus, yaitu kebohongan dan kebodohan. Karya jiplakan merupakan penggabungan keduanya.

Masih berkait dengan kejujuran, jika ada keterlibatan pihak lain sebesar apapun, akuilah eksistensinya. Jangan mengklaim sendiri. Allah saja masih menggunakan kata “Kami” bukan “Aku” ketika menjelaskan tentang penciptaan manusia, karena di sana ada keterlibatan ibu dan bapak dalam proses penciptaan embrional ini.

Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan karya cipta.

(Tulisan ini dimuat di Majalah Nebula (eks ESQ Magazine) edisi cetak No. 10/Tahun I/2005)
Oleh: Hamim Thohari

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun