Umat Islam sebenarnya memiliki mata uang sendiri yang pernah dipakai oleh Nabi Muhammad SAW, yakni dinar dan dirham. Keduanya terbukti tahan krisis dan jauh dari praktek ribawi. Namun kini dinar dan dirham tak 'dianggap' lagi. Bagaimana upaya umat untuk mengembalikan 'kejayaan' dua alat pembayaran ini?
"Berdasar sunah dan hadis, para ulama mengambil kesimpulan bahwa dinar dan dirham memiliki kedudukan yang sangat jelas dalam syariah Islam sebagai alat hitung maupun alat tukar," tegas Zaim Saidi, direktur Wakala Dinar-Dirham, pada acara Ceramah Ilmiah Dinar-Dirham di kantor MUI Depok, Ahad lalu.
Bangsa Arab telah mengenal solidus, mata uang emas yang dipakai sejak zaman Romawi dan dirham perak yang dipakai bangsa Persia, sebelum Islam datang. Setelah Islam hadir, serta selama masa Rasulullah SAW, pemakaian solidus dan dirham diteruskan dan diakui dalam berbagai kegiatan ekonomi dan sosial.
Seiring perkembangan zaman, lanjut Zaim, dinar dan dirham tergusur oleh pemakaian mata uang logam maupun kertas. Pengaruh kapitalisme pasar bebas kian mengukuhkan uang kertas sebagai alat transaksi resmi baik nasional dan internasional. Namun lantaran nilainya yang setiap saat berubah, uang kertas dinilai lebih banyak mudaratnya.
Zaim lantas mengambil contoh pembayaran zakat jika menggunakan dinar-dirham serta uang kertas. Dijelaskan, tak satu pun ulama berbeda pendapat soal nisab zakat mal yang tetap sejak zaman Nabi SAW yakni 85 gram emas.
Selanjutnya dikatakan, zakat hanya bisa dibayar dengan benda niaga atau aset riil ('ayn) dan tidak dengan janji utang atau aset finansial (dayn) alias uang kertas. Konsekuensinya jika membayar zakat dengan uang kertas maka hanya diterima bila dihitung nilainya sebagai kertas, bukan nominalnya.
Dan dilihat dari hakekat uang kertas yang tak bernilai, imbuh dia, berimplikasi serius terhadap syariah. Dengan uang kertas, yang nilainya setiap saat berubah, karena depresiasi, sanering atau devaluasi, status seseorang dapat berubah dalam sekejap. "Jika Anda yang hari ini adalah muzaki, boleh jadi esok menjadi mustahik karena keputusan pemerintah," tandas Zaim lagi.
Kalau demikian apakah kewajiban sebagai muzaki gugur begitu saja? Krisis tahun 1997 adalah buktinya. Saat itu, ujar Zaim, pendapatan per kapita orang Indonesia turun dari 1000 dolar AS ke 400 dolar AS per tahun."Bukankah ini mengubah status masyarakat?" tanya dia.
Meski begitu diakuinya tidaklah mudah untuk mengembalikan penggunaan dinar-dirham secara luas. Di samping karena sudah membudayanya uang kertas di seluruh dunia, juga hingga kini belum ada satu negara pun yang menjadikan dinar-dirham sebagai mata uang resmi.
Jadilah kemudian transaksi dinar-dirham masih dilakukan dalam skala kecil. "Misalnya di beberapa negara, seperti Inggris, Uni Emirat Arab, Malaysia, sudah mulai menggunakan dinar-dirham dalam transaksi terbatas. Tentu akan lebih baik apabila antar negara Islam bertransaksi memakai mata uang ini," tuturnya.
Lebih jauh Zaim memaparkan, dinar adalah koin emas 22 karat, 4,25 gr dan dirham merupakan koin perak murni 3 gr. Standar ini ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Keduanya adalah mata uang yang sangat stabil, terbebas dari inflasi. Adapun dinar-dirhan yang kini beredar dicetak oleh Islamic Mint Nusantara dan distandarisasi oleh World Islamic Trading Organization (WITO) yang berpusat di London.
Menurutnya, dinar-dirham terbukti tahan krisis. Ketika krisis mata uang peso Meksiko tahun 1995, nilainya naik 107 persen. Saat krisis rupiah tahun 1995, nilainya melonjak 375 persen. Sebaliknya dengan dinar-dirham, sejak zaman Rasulullah SAW hingga kini, harga seekor kambing tetap 1-2 dinar.
"Oleh karenanya, dengan kembali memakai dinar-dirham, Anda membebaskan diri dan umat dari kezaliman sistem moneter dan finansial global," tegasnya lagi. Pada kesempatan yang sama, Ketua MUI Kota Depok, KH Achmad Dimyati mengharapkan secara bertahap, umat Muslim di tanah air kembali memakai dinar-dirham dalam kegiatan transaksi. "Kita sangat merindukan bagaimana umat di Indonesia dapat melaksanakan apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah dahulu," kata dia.
sumber : republika.co.id
Penulis : yus
0 comments:
Post a Comment
sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun