Monday, November 14, 2011

Sistem Moneter Islam 4

Keunggulan Dinar dan Dirham

Emas dan perak adalah mata uang dunia paling stabil yang pernah dikenal. Sejak masa awal Islam hingga hari ini, nilai mata uang Islam dwilogam itu secara mengejutkan tetap stabil dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif. Seekor ayam pada zaman Nabi Muhammad SAW harganya 1 dirham. Hari ini, lebih 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih masih 1 dirham. Dengan demikian inflasi adalah nol.

Bahkan lebih dari itu, dinar dan dirham berpeluang menjadi mata uang dunia. Sebab dollar AS bukan lagi mata uang yang kuat seperti sebelumnya. Fakta-fakta belakangan ini mengenai nilainya dalam pertukaran internasional secara dramatis telah menunjukkan kelemahan inheren dari mata uang ini. Lihatlah, Amerika Serikat, yang dulu merupakan negara kreditur utama, sekarang telah menjadi negara debitur utama, di samping Brazil, Mexico, Argentina, dan Venezuela.

Umar Ibrahim Vadillo dalam tulisannya di majalah AL ISLAM (Malaysia), 1998, bahkan membuktikan, dollar AS sebenarnya tak bernilai. Mengapa? Karena dunia kini dibanjiri terlalu banyak dollar. Dalam pasar-pasar uang saja, terdapat gelembung-gelembung dollar AS yang berjumlah 80 trilyun dollar AS pertahun. Jumlah ini 20 kali lipat melebihi nilai perdagangan dunia, yang jumlah sekitar 4 trilyun dollar AS pertahun. Artinya, gelembung itu bisa membeli segala yang diperdagangkan sebanyak 20 kali lipat dari dimensi yang biasa. Gelembung ini tentu akan terus membesar dan membesar. Dan, seperti ungkapan Vadillo, Anda tak perlu terlalu bijak untuk memahami bahwa gelembung itu suatu saat akan meledak dan pecah, dan terjadilah keruntuhan ekonomi global yang lebih buruk dari depresi ekonomi tahun 1929.

Sebagai perbandingan yang kontras, emas adalah logam yang berharga. Nilainya tak bergantung pada negara mana pun, bahkan tak bergantung pada sistem ekonomi manapun. Nilainya adalah intrinsik, dan karenanya, dapat dipercaya. Maka dari itu, tak heran bila Vadillo menyatakan bahwa emas adalah satu-satunya mata uang yang dapat menjamin kestabilan ekonomi dunia.



Allah Menghalalkan Jual Beli (Sektor Riil) dan Mengharamkan Riba 

Orang yang mengkaji Islam akan menjumpai, bahwasanya upaya untuk mengembangkan harta, selalu mendasarkannya pada usaha/bekerja. Dalam hal ini Islam telah memberikan kelonggaran pada setiap manusia untuk memperoleh harta, mendapat keuntungan dan mengembangkan hartanya melalui usaha perdagangan, syirkah (profit sharing) dengan berbagai jenisnya, musaqat (hasil mengairi lahan pertanian), ijaroh (kontrak kerja,sewa), ihya’ul mawat (menghidupkan tanah yang mati), menggali kandungan bumi, industri dan lain-lain yang merupakan sektor riil yang dihalalkan dalam Islam.

Berkaitan dengan haramnya penimbunan uang dan praktek riba, maka alternatif seorang muslim atau setiap warga negara dalam Khilafah Islamiyah adalah:

Pertama: Ia meminjamkan tanpa bunga kepada orang lain, termasuk untuk dijadikan modal usaha bagi orang lain itu.

Kedua: Ia menjalankan usaha dengan orang lain dalam aktivitas syirkah, mudlarabah.

Ketiga: Ia akan memberikan kelebihan hartanya itu sebagai infaq, shadaqah, hadiah, hibah, dan lain-lain.

Selain ketiga alternatif tersebut dalam sistem pemerintahan Islam negara dapat memberikan sejumlah harta dari baitul mal kepada rakyat dalam rangka memenuhi hajat hidup, atau memanfaatkan pemilikan mereka. Semisal memberi mereka harta untuk menggarap tanah pertanian, atau melunasi hutang. Negara juga dapat menyerahkan sebidang tanah kepada individu untuk dimanfaatkan (iqtha’)

Pada saat yang sama Islam menetapakan berbagai cara yang diharamkan dalam pengembangan harta: mencuri, merampas, korupsi, riba, suap, perjudian, pelacuran, menjual barang yang diharamkan, penipuan, penimbunan dsb.



Khatimah

Jelas bahwa krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi, krisis sosial, politik bukanlah musibah, melainkan fasad (kerusakan). Bila musibah menurut definisi Al Quran sebagai peristiwa (seperti gunung meletus, gempa bumi, kecelakaan pesawat dan sebagainya) yang terjadi di luar kuasa, kehendak dan kontrol manusia, maka fasad terjadi akibat tindakan-tindakan manusia sendiri yang menyimpang dari ketentuan Allah (lihat QS Ar Rum: 41).

Berkaitan dengan tafsir ayat tersebut, berkata Abul ‘Aliah: "Barang siapa mendurhakai Allah di muka bumi, maka ia telah membuat kerusakan di muka bumi, karena perbaikan di langit dan di bumi adalah dengan taat kepada-Nya." (lihat Tafsir Ibnu Katsir). Dan setiap penyimpangan terhadap hukum-hukum Allah memang akan menimbulkan fasad baik itu akan menimpa dirinya sendiri maupun masyarakat secara luas. Maka krisis ekonomi yang kini tengah terjadi yang sengaja dinampakkan Allah, adalah akibat dari kesalahan manusia dalam menetapkan sistem ekonomi, paling tidak dalam menetapkan jenis dan fungsi mata uang.

Terhadap musibah kita diminta untuk bersabar. Dengan kesadaran tauhid kita meyakini bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Tapi menghadapi fasad, hanya ada satu cara: kembali ke jalan yang benar, yaitu jalan yang diridlai Allah SWT (QS Ar Rum: 41). Itulah syariat Islam, dalam hal syariat mengenai masalah keuangan dan ekonomi. Tidak ada cara lain.

Berkutat dengan cara-cara kapitalisme dalam menyelesaikan krisis ekonomi, dan ragu terhadap metode Islam, hanya akan memperpanjang krisis dan memperparah keadaan. Bila secara faktual keadaan sudah demikian rupa, sementara secara imani kita yakin Islam adalah jalan hidup terbaik, mengapa kita masih ragu kepada metode yang ditunjukkan Islam dalam menangani masalah ekonomi dan tidak segera kembali kepadanya? Wallahu ‘a’lamu bisshawab.

DAFTAR PUSTAKA

An Nabhani, Taqiyuddin, An Nidzam Al Iqthishadi fil Islam (Sistem Ekonomi Islam), Darul Ummah, Beirut, 1990.

Buletin Al Islam;

Bank-Bank pun Berjatuhan, edisi 148 Thn 1997.

Jauhkan Perbankan dari Virus Riba, edisi 172 Thn 1998.

Centre for Strategic and Islamic Civilization, Jurnal Dialog CSIC Thn II No. 5, Jakarta, Oktober-September 1998.

Hadi, Abu Sura’I Abdul, Dr, MA, Bunga Bank dalam Islam, terjemahan, Penerbit Al Ikhlas Surabaya, 1993.

Katsir, Ibnu, Tafsir Al Quranil "Adzim Juz 3, terjemahan, Penerbit Sinar Baru Alqensindo Bandung, 2000.

Yusanto, M. Ismail, et.al, Dinar Emas, Solusi Krisis Moneter, Penerbit PIRAC, SEM Institue, Jakarta, 2001.

Zallum, Abdul Qadir, Al Amwal fi Daulatil Khilafah (Sistem Keuangan Negara Islam Khilafah), Penerbit Darul Malayin, Beirut, 1983.

SUMBER : www.e-syariah.net (27/04/2004)

Apa yang terjadi saat ini adalah mengulah resersi tahun 1930an, yang kemudian muncul aliran baru yaitu "keynesian" dimana negara memiliki interverensi di dalam kebijakan fiskal dengan mengeluarkan puluhan juta dolar untuk menjalankan roda perekonomian. Dana itu untuk membangun infrastruktur, memberikan dana segar. Tapi kenyataan berbicara lain karena penerapan kebijakan tersebut malah membuat kondisi perekonomian Amerika Serikat bertambah buruk. Inflansi meningkat di sertai pengangguran meningkat dimana seharusnya hanya terjadi salah satu saja dan bergantian ( mis pengangguran meningkat saja atau inflasi saja).

Didalam kapitalisme untuk menyelesaikannya adalah dengan merubah bunga SBI, dengan menaikkan suku bunga SBi bertujuan untuk mengurangi jumlah dana yang ada di masyarakat, tapi akibatnya membuat investor lebih cenderung menanamkan uangnya di bank sehingga mengakibatkan uang di masyarakat sedikit. Hal itu membuat pengangguran meningkat, untuk mengatasinya adalah menurunkan SBI. Kenapa aliran keynesian gagal? karena uang cenderung masuk kedalam pasar non riil, sehingga uang yang seharusnya berada di sektro riil tersedot masuk kesektor non riil. Di dalam islam pasar hanya ada pasar riil.

Salah satu penelitian ilmuwan Oxford yang meraih nobel menyatakan bahwa dari seluruh dana yang ada hanya 5% yang berada di sektor riil, sedang 95% berputar-putar di sektor non riil (bursa saham). Uang yang beredah di pasar non riil tersebut tidak pernah menyentuh pasar riil, yang terjadi adalah jual beli saham, obligasi dan turunannya semata. Dan hal ini lah yang di sebut "buble" yang sewaktu-waktu dapat pecah. Dan pecahnya buble itu dapat kita rasaakan.

Angka pertumbuhan ekonomi yang di angung-agungkan ternyata hanyalah tipu muslihat. Pada kenyataannya teori tetesan dmn akan terjadi tetesan dari atas kebawah tidak pernah terjadi. Distribusi tidak terjadi, pertumbuhan tidak merata. Banyak fakta dilapangan (contoh paling ekstrim di jakarta) d mana bangunan-bangunan mewah berdiri tengak tapi di sampingnya nampak sekali gubuk-gubuk milik penduduk setempat.

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun