Tuesday, November 15, 2011
Al-Hayyu, Yang Maha Hidup
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rizki yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam. Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. (Al-Ghafir: 64 -65)
Dalam al-Qur’an, kata Al-Hayy bisa didapati sebanyak sembilan belas kali. Empat belas ayat berkait langsung dengan sifat dan asma Allah, sedangkan lima ayat yang lain berbicara mengenai manusia.
Hidup adalah antitesis mati. Bagi Allah, hidup adalah sifat wajib yang dimiliki, sebaliknya mustahil bagi-Nya sifat ”mati”.
Ketika kita membahas sifat dan asma Allah ”Al-Hayy”, terdapat dua pemahaman yang saling melengkapi. Pertama, bahwa Dia Yang Maha Mencukupi Dirinya sendiri sejak masa pra-azali dan akan berlangsung selamanya. Sebaliknya, setiap makhluq hidup hanya bisa hidup atas anugerah dan karunia Allah. Mereka tidak bisa memberi rizki kehidupan kepada diri mereka sendiri, apalagi kepada yang lain. Manusia diberi hidup dalam batas yang telah ditentukan, jika telah habis masanya maka kematian akan segera menemuinya.
”Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan mereka akan mati (pula)”. (Az-Zumar: 30)
Pemahaman kedua, Allah hidup tiada berawal dan tiada berakhir. Dia hidup dan tidak pernah mati. Dia yang menciptakan waktu, dan karenanya Dia tidak dibatasi dimensi waktu. Bagi-Nya tiada waktu lalu, sekarang, juga yang akan datang. Dia di luar semua itu.
”Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya, dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya”. (Al-Furqan: 58)
Manusia tidak bisa hidup langgeng dan abadi seperti Allah. Akan tetapi manusia bisa melanggengkan hidupnya dengan ”keharuman nama” setelah kematiannya, dengan meninggalkan karya-karya monumental yang bisa dinikmati manusia selama-lamanya. Nabi Muhammad telah lama meninggal dunia, tapi beliau telah meninggalkan karya kemanusian yang luar biasa sehingga namanya tetap langgeng dan abadi hingga akhir zaman nanti.
Demikian juga para syuhada, orang-orang yang mati syahid. Orang-orang yang mati karena memperjuangkan agama Allah ini dalam realitasnya telah mati, akan tetapi pada hakekatnya mereka tetap hidup. Sekalipun mereka telah mati, tapi betapa banyaknya manusia hidup yang terinspirasi olehnya? Itulah sebabnya Allah menegaskan:
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. (Al-Baqarah: 154)
Jika para syuhada’ yang telah lama mati disebut ”tetap hidup” , maka sebaliknya ada orang yang dapat menarik dan menghembuskan nafas, otak dan jantungnya juga berjalan normal, akan tetapi karena tidak mendengar dan memperkenankan panggilan Allah maka orang tersebut dinilai telah mati. Yang demikian itu telah ditegaskan Allah dalam al-Qur’an:
”Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang”. (An-Naml: 80)
Sifat Allah Al-Hayy sebanyak tiga kali dirangkai dengan sifat Al-Qayyum yang berarti Maha Berdiri sendiri lagi Maha Mengurus makhluk-makhluk-Nya. Menurut sebagian Ulama’ hal tersebut memberi teladan kepada manusia bahwa hidup yang sebenarnya itu bukan sekadar hidup untuk memenuhi dirinya sendiri, tapi hidup itu pada hakekatnya adalah memberi hidup dan sarana kehidupan kepada pihak lain.
”Dan barangsiapa yang menghidupkan (memelihara kehidupan) seorang manusia, maka seolah-olah dia telah menghidupkan manusia semuanya”. (Al-Maidah: 32)
Dengan demikian, alangkah mulianya orang yang bersedekah kepada yang sedang lapar dan haus. Alangkah mulianya para pengusaha yang menyiapkan lapangan kerja dan membayar para buruh dengan layak dan tepat pada waktunya. Alangkah mulianya para dokter, apoteker, dan para penyembuh lainnya yang telah bekerja sungguh-sungguh dan tulus ikhlas untuk mengobati dan menyembuhkan penyakit. Demikian juga para polisi dan aparat keamanan lain yang menjaga keamanan dan perdamaian hidup.
Akhirnya, kita harus menyadari bahwa kehidupan manusia di dunia ini hanya sementara dan berlangsung sebentar saja. Kehidupan yang sesungguhnya bagi kita adalah hidup di akherat. Untuk itu mari kita jadikan hidup di dunia ini sebagai bekal untuk hidup yang sesungguhnya di akherat kelak.
”Sesungguhnya tempat tinggal di akherat itulah sebenar-benar kehidupan, sekiranya mereka mengetahui”. (Al-Ankabut: 64)
Oleh: Hamim Thohari
Labels:
aparat,
asmaul husna,
kematian
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun