Thursday, November 3, 2011

Musuh-musuh Besar Anak Masa Kini




Musuh di depan, musuh di belakang. Musuh di kiri, musuh di kanan. Musuh di atas, musuh di bawah. Musuh di luar, musuh di dalam. Di mana-mana ada musuh. Ukurannya macam-macam. Ada musuh besar, ada musuh sedang, dan ada pula musuh kecil. Wujudnyapun beraneka. Ada berupa manusia, ada berwujud benda mati tak bergerak, tapi ada pula benda mati yang “hidup” (bersuara dan bergambar bergerak alias bersifat audio-visual). Celakanya pula, semua musuh itu terasa “bersahabat”, bahkan sebagian besar “sangat bersahabat”. Oleh karenanya, kaum anak tak menyadari dan memersepsikannya sebagai musuh, tetapi sebagai teman akrab yang benar-benar dapat dipercayai.

Inilah kenyataan yang benar-benar nyata yang dihadapi anak Indonesia masa kini. Agaknya tak berlebihan bila disimpulkan bahwa anak Indonesia generasi masa kini kurang beruntung. Kapan saja, di mana saja, dan dengan cara apapun, musuh-musuh selalu siap memangsa mereka. Tak ada ruang dan waktu yang benar-benar aman.
Hal yang paling ironis dan berbahaya adalah ketika orang tua kandung menjadi musuh bagi anaknya sendiri. Celakanya lagi, sang orang tua tak/kurang menyadari perilaku dan tindakannya telah membuat dirinya jadi musuh besar bagi anak kandungnya sendiri. Dalam situasi apa dan bagaimana orang tua dapat berperan sebagai musuh anaknya sendiri? Alat yang paling mudah mengukurnya pastilah parameter atau norma hukum (dalam hal ini UUPA).

Berwujud Manusia
Nah, kita, para orang tua, pasal-pasal berapa saja dari UUPA yang pernah atau sering atau biasa kita langgar? Ayah yang perokok berat merupakan musuh besar bagi anaknya. Sejak dalam kandungan anaknya telah dianiaya oleh asap rokok. Lebih parah lagi bila sang ibu yang mengandungnyapun tergolong perokok berat. Ini berarti, sejak dalam proses penciptaan dan pertumbuhan dalam rahim sang ibu hingga remaja, bahkan dewasa, disadari atau tidak, kedua orang tuanya sesungguhnya telah memusuhinya.
Tak sedikit pula orang tua yang melakukan kekerasan fisik dan/atau nirfisik terhadap anak kandung sendiri. Contohnya, di kalangan keluarga berduit, di luar jam sekolah anak mereka dipaksa mengikuti berbagai kegiatan, yang sesungguhnya tak diminati oleh sang anak. Kini semakin banyak pula orang tua yang sangat bangga bila anaknya tampil di layar televisi (TV). Lalu si anak dipaksa mengikuti berbagai lomba yang diselenggarakan oleh stasiun-stasiun TV swasta nasional. Produser acara, yang diminati banyak penonton yang kurang melek media itu, memaksa sang anak tampil bagai orang dewasa, baik model pakaian, lagu yang dinyanyikan, maupun gaya di atas panggung. Selama mengikuti perlombaan (berbulan-bulan) di Jakarta, mereka diisolasi, tak boleh bertemu dengan ayah atau keluarga sendiri. Bahkan berkomunikasi lewat telepon saja pun dilarang.

Banyak pula anak yang dipaksa oleh orang tua sendiri untuk bermain sinetron. Mereka tega merenggut waktu sekolah sang anak dan masa keemasannya, yakni masa bermain dengan teman-teman sebaya. Di kalangan keluarga miskin orang tua memaksa anak sendiri mencari nafkah keluarga. Bahkan diperdagangkan dan akhirnya menjadi pelacur. Sering pula diberitakan tentang ayah atau anggota keluarga yang tinggal serumah, atau tetangga atau teman karib yang sangat dipercaya yang tega memerkosa atau melakukan pelecehan seksual terhadap anak perempuan atau anak laki-laki (sodomi). Mereka ini jelas merupakan musuh buas yang sangat berbahaya bagi anak.

Di Jakarta lima siswa Sekolah Dasar teler setelah makan coklat. Salah seorang siswa itu mengambil coklat dari kulkas rumahnya, lalu dibawanya ke sekolah dan dibagi-bagikannya kepada empat temannya. Ayahnya (masih buronan) ternyata pedagang Narkoba, yang dikemas dalam wujud coklat. Dia telah menggali lubang yang dalam untuk putrinya kandungnya sendiri dan teman-teman sekelasnya. Banyak pula anak yang menonton VCD/DVD porno yang ditemukan di kamar orang tua mereka. Ada anak-anak atau remaja yang memerkosa atau melakukan sodomi atau bersetubuh dengan teman sendiri gara-gara sering menonton film porno. Orang tua yang sangat ceroboh dan munafik tersebut jelas merupakan musuh besar bagi anak sendiri dan anak orang lain.

Berwujud Benda Mati
Berikut beberapa musuh anak berupa benda mati, yang pasti buatan manusia dewasa, yang juga dipersepsikan dan dirasakan anak sangat bersahabat. Contohnya, film-film kartun, berbagai sajian stasiun TV, media massa cetak, dan media massa online (dalam jaring) atau lewat internet. Selain hal-hal yang porno secara grafis atau gambar, adegan, kata-kata, dan suara, sajian tersebut bisa pula berupa penampilan atau adegan-adegan, gambar-gambar, dan kata-kata kasar, tak senonoh, dan kekerasan atau kesadisan.

Ada pula sajian media massa yang membodohi dan menakut-nakuti (meneror) anak, seperti hal-hal yang bersifat tahayul atau setan-setanan, horor, dan sebagainya. Banyak pula acara di TV yang mampu “membius” anak. Mereka tahan berjam-jam menonton acara-acara TV, seperti lomba bernyanyi dan sinetron. Padahal, kalau dihitung dengan cermat, isi acara-acara itu jauh lebih banyak sampah dan racunnya. Berbagai tontonan tak bermutu itu jelas telah merampas jam belajar, terutama jam membaca buku, para anak (siswa).

Waktu yang dimiliki para anak (siswa) masa kini jauh lebih banyak digunakan untuk menonton TV, VCD/DVD, main-main di komputer atau play station daripada untuk belajar dan membaca buku dan media massa cetak bermutu. Sesungguhnya ini merupakan tragedi nasional yang menimpa bangsa ini, terutama anak atau generasi muda masa kini. Sayangnya pemerintah dan umumnya orang tua kurang menyadari realitas ini sebagai musuh besar masa depan anak mereka. Oleh karena itu, siapa saja di antara pembaca tulisan ini yang selama ini menjadi musuh besar bagi anak sendiri dan anak orang lain, segeralah bertobat! Cepatlah berdamai dan bersahabat sejati dengan anak sendiri dan anak orang lain yang selama ini Anda musuhi! Jadilah sahabat sejati bagi anak masing-masing dan anak-anak orang lain, bukan musuh buas yang tampaknya sangat bersahabat!

note:
ANAK BUTUH BIMBINGAN ORANG TUA DALAM MELEWATI MASA KECILNYA

Oleh Sahala Tua Saragih

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun