Thursday, November 3, 2011

Kekebalan Dan Fungsinya

Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis organisme/toksin yang merusak jaringan dan organ. Kemampuan tersebut dinamakan kekebalan. Kekebalan dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu:
1. Kekebalan didapat/kekebalan khusus, yang membentuk antobodi serta limfosit peka yang menyerang dan menghancurkan organisme spesifik/toksin.
2. Kekebalan bawaan/alamiah, membuat tubuh manusia resisten terhadap penyakit-penyakit

pada binatang, kolera, campak, penyakit virus yang membunuh. Kekebalan ini disebabkan
oleh proses berikut:
• Fagositosis bakteri dan penyerang lain oleh sel darah putih dan sel dari sistem makrofag jaringan.
• Destruksi organisme yang tertelan dalam lambung oleh enzim-enzim pencernaan.
• Daya tahan kulit terhadap invasi oleh organisme asing.
• Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang menyerang organisme asing/toksin dan
menghancurkannya.

Tubuh manusia mempunyai kekebalan spesifik yang sangat kuat terhadap tiap-tiap agen
penyerang seperti bakteri, virus, toksin. Sistem kekebalan didapat ini penting sebagai pertahanan terhadap organisme penyerang karena tubuh tidak mempunyai kekebalan bawaan/alamiah. Tubuh tidak menghambat invasi pada serangan pertama, tetapi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu terserang menyebabkan sistem imun khusus timbul dengan kuat untuk menahan penginvasi/toksin, sehingga timbul daya tahan sangat spesifik untuk penginvasi tertentu dan tidak untuk penginvasi jenis lainnya.

Kekebalan didapat sering dapat memberikan proteksi ekstrim, misalnya toksin tertentu/tetanus dapat memproteksi dalam dosis 100 ribu kali jumlah yang akan menimbulkan kematian tanpa kekebalan tersebut. Karena alasan ini proses yang dikenal dengan vaksinasi sangat penting dalam melindungi manusia terhadap penyakit tertentu.

Dalam tubuh manusia terdapat 2 jenis dasar kekebalan yang didapat/khusus dan berhubungan sangat erat, yaitu:
1. Kekebalan humoral, tubuh manusia membentuk antibodi yang beredar, yang merupakan
molekul globulin yang mampu menyerang agen penginvasi.
2. Kekebalan seluler/limfositik, didapat melalui pembentukan limfosit yang sangat khusus dalam jumlah besar yang peka terhadap agen asing, yang mempunyai kemampuan
menyerang agen asing dan menghancurkannya.

Tiap-tiap toksin atau jenis organisme penginvasi mengandung satu senyawa kimia spesifik atau lebih yang membedakannya dari semua senyawa lainnya. Umumnya senyawa ini adalah suatu protein, polisakarida besar, atau kompleks lipoprotein besar, dan inilah yang menyebabkan kekebalan didapat, zat ini disebut antigen. Hal sama pada jaringan, seperti jantung yang ditransplantasikan dari manusia lain juga mengandung sejumlah antigen yang dapat menimbulkan proses imun dan selanjutnya menyebabkan destruksi cangkokan.

Zat-zat yang bersifat antigenik biasanya harus mempunyai berat molekul yang besar, selanjutnya proses antigenisitas mungkin tergantung atas rantai prostetik yang secara teratur timbul pada permukaan molekul besar, yang mungkin menerangkan mengapa protein dan polisakarida hampir selalu bersifat antigenik, karena mereka mempunyai kedua jenis sifat streokimia ini.

Kekebalan didapat adalah hasil dari jaringan limfoid tubuh. Pada orang yang secara genetik tidak mengandung jaringan limfoid atau rusak oleh radiasi atau zat kimia, kekebalan didapatnya tidak terbentuk. Jaringan limfoid hampir selalu terletak pada nodus limfatikus, tetapi juga ditemukan dalam jaringan limfoid khusus seperti limpa, daerah submukosa saluran pencernaaan, dan dalam jumlah kecil pada sumsum tulang.

Walaupun sebagain besar limfoit dalam jaringan limfoid normal, sel-sel ini secara nyata dibagi atas 2 golongan, yaitu:
1. Limfosit T, bergantung jawab dalam pebentukan limfosit yang disensitisasi yang memberikan kekebalan seluler, dimana Limfosit T dibentuk dalam timus,
2. Limfosit B, untuk pembentukan antibodi yang memberikan kekebalan humoral, dimana
limfosit B dibentuk dalam hati fetus.

Limfosit bersikulasi dalam darah selama beberapa jam tetapi kemudian terjebak oleh jala retikulum di dalam jaringan limfoid, selanjutnya limfosit terus berproduksi dan tumbuh jaringan limfoid seluruh tubuh.

Sebenarnya bila orang menjadi kebal terhadap jaringannya sendiri, proses kekebalan didapat akan menghancurkan tubuhnya sendiri. Untungnya, mekanisme kekebalan normal mengenali jaringannya sendiri sebagai jaringan yang berbeda dengan jaringan penginvasi/toksin, dan sistem kekebalan membentuk sedikit antibodi maupun limfosit yang disensitisasi terhadap antigennya sendiri. Fenomena ini dikenal sebagai toleransi terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Oleh karena itu, dianggap bahwa selama pembentukan limfosit T dan B, semua koloni limfosit spesifik bagi jaringan tubuh sendiri dihancurkan sendiri karena mereka terus menerus terpapar antigen tubuh.

Orang sering kehilangan sebagian toleransi imunnya terhadap jaringannya sendiri. Hal ini terjadi lebih disebabkan oleh usia yang makin tua, yang disebabkan dari destruksi beberapa jaringan tubuh yang mengeluarkan antigen dalam jumlah banyak yang beredar dalam tubuh dan menyebabkan kekebalan didapat dalam bentuk limfosit yang disinsitiasasi/antibodi.

Beberapa penyakit lain yang merupakan akibat dari autoimunitas adalah demam rematik, tempat tubuh terimunisasi terhadap jaringan jantung dan sendi-sendi setelah terpapar toksin stretokokus jenis tertentu (suatu jenis glomerulonefritis), dimana orang terimunisasi terhadap membran basalis glomerulinya, miastenia gravis tempat kekebalan timbul terhadap otot bagian membran dan sambungan neuromuskular, sehingga menyebabkan parlisis, dan lupus eritematosus, tempat orang terimunisasi terhadap berbagai jaringan tubuh pada saat yang sama. Penyakit ini menyebabkan kerusakan luas dan sering menyebabkan kematian yang cepat.

Karena sifat antibodi yang bervalensi dua, dan tempat antigen multipel pada sebagian besar agen penginvasi/toksin, antibodi dapat tidak mengaktifkan toksin dengan salah satu jalan berikut ini, yaitu:
1. Aglutinasi, tempat agen antigenik multipel terikat bersama-sama dalm suatu gumpalan.
2. Presipitasi, tempat kompleks antigen yang larut dan antibodi menjadi tidak larut dan mengalami presipitasi.
3. Netralisasi, tempat antobodi yang meliputi tempat toksik agen antigenik.
4. Lisis, Tempat sebagian antibodi yang sangat berat yang mampu langsung menyerang
membran agen seluler, dan menyebabkan pecahnya sel.

Efek pengaktifan enzim sebagai awal reaksi lokal jaringan untuk melindungi terhadap kerusakan oleh penginvasi/toksin sebagai berikut:
1. Lisis, enzim proteolitik sistem komplemen mencernakan bagian membran sel sehingga
pecahnya agen seluler (bakteri).
2. Opsonisasi dan Fagositosis, enzim komplemen menyerang permukaan bakteri/antigen yang mengakibatkan mereka sagnat peka terhadap fagositosis oleh neutrofil dan makrofag jaringan (opsonisasi)
3. Kemotaksis, satu atau ;lebih dari hasil komplemen menyebabkan kemotaksis neutrofil dan makrofag sehingga sangat meningkatkan jumlah fagosit dalam daerah sekitar agen antigenik.
4. Aglutinasi, enzim komplemen juga mengubah permukaan agen antigenik sehingga mereka
saling melekat satu sma lain.
5. Netralisasi virus, enzim komplemen sering menyerang struktur molekuler virus.
6. Efek peradangan, produk komplemen yang menimbulkan reaksi peradangan lokal yang
mengakibatkan hiperemia, kogulasi protein dalam jaringan, dan aspek lain dari poroses
peradangan sehingga mencegah pergerakan agen penginvasi melalui jaringan.

Dalam proses vaksinasi yang telah digunakan selama bertahun-tahun untuk memberikan
kekebalan didapat/khusus terhadap penyakit spesifik. Orang yang divaksinasi dengan
memasukkan organisme mati ke dalam tubuh melalui suntikan yang tidak lagi mampu
menyebabkan penyakit tetapi tetap mempunyai antigen kimia.

Jenis vaksinasi ini digunakan untuk melindungi terhadap
1. penyakit demam tifoid,
2. pertusis,
3. difteria,
4. dan yang serupa.

Kekebalan juga dapat dicapai terhadap toksin yang telah diolah dengan zat kimia sehingga sifat toksiknya telah dimusnahkan walaupun antigen penyebab kekebalan tetap utuh. Tindakan ini digunakan untuk
1. vaksinasi tetanus,
2. botulism,
3. dan yang serupa.

Orang divaksinasi dengan menginfeksi mereka dengan organisme hidup yang telah dilemahkan, yaitu organisme yang dibiakkan pada medium khsuus sampai mengalami mutasi yang cukup sehingga mereka tidak akan menyebabkan penyakit tetapi tetap membawa antigen spesifik. Tindakan ini digunakan untuk melindungi terhadap penyakit 1. pliomielitis,
2. demam kuning,
3. campak,
4. cacar,
5. dan penyakit virus lainnya.

Adapun untuk kasus transplantasi jaringan atau organ tertentu, seperti
1. kulit,
2. ginjal,
3. jantung,
4. dan lain-lain.

Percobaan secara seksama perlu dilakukan untuk mencegah reaksi antigen-antibodi. Tindakan khusus perlu dilakukan untuk memberikan keberhasilan klinis dengan cara mencegah penolakan cangkokan. Antigen terpenting yang menyebabkan penolakan cangkokan adalah sekelompok antigen yang disebut HLA yang terdiri dari 50 antigen atau lebih dalam membran sel jaringan. Keberhasilan terbaik bila mempunyai kecocokan golongan jaringan antara anggota keluarga yang sama, atau dengan menggunakan hormon glukokortioid dari kelenjar adrenalin yang mempunyai kemampuan menekan pembentukan antibodi dan limfosit.

Pemberian hormon dalam jumlah besar (ACTH) menyebabkan kelenjar adrenalin menghasilkan glukosa kortikoid yang sangat membantu dalam mencegah penolakan transplantasi organ, dan telah menjadi bagian utama banyak program terapi.

Jaringan yang dicangkokkan/transplantasi biasanya dirusak oleh limfosit yang telah tersensitisasi terhadap cangkokkan. Limfosit ini menginvasi cangkokkan sehingga sel cangkokkan membengkak, membran menjadi lebih permeabel/elastis dan akhirnya membran selnya pecah. Secara serentak makrofag bergerak untuk membersihkan sel yang telah rusak/debris. Dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah proses ini, sering jaringan telah rusak total walaupun cangkokkan masih hidup dan berfungsi normal hanya untuk waktu yang singkat.

Untuk itu, sebagai tindakan pencegahan penolakan jaringan yang dicangkokkan dengan menginokulasi penerima dengan serum limfosit, dimana serum ini dibuat pada hewan yang disuntikkan limfosit manusia, antibodi yang timbul pada hewan akan menyerang limfosit manusia. Bila serum ini disuntikkan ke dalam penerima transplantasi, maka jumlah limfosit akan kecil yang bersirkulasi sampai hanya 10 persen dari normal sehingga terdapat penurunan reaksi penolakan cangkokkan.

Sayangnya tindakan ini tidak terus bekerja baik setelah beberapa suntikan pertama antiserum karena penerima segera membentuk antibodi terhadap antiserum hewan yang dimasukkan ke tubuh penerima.

Oleh : Marsidi

Sumber:
16. Guyton A.C,”Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit”, ECG, Jakarta, 1987.
17. Martini, et al,”Essentials of Anatomy and Physiology”, Prentice-Hall, New Jersey, 1997.
18. Vanders, et al,”Human Physiology”, 6Th Edition, McGraw-Hill, 1994.

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun