Wednesday, November 2, 2011

Penyakit dan Pestisida Hambat Ekspor

Bandung, Kompas - Ekspor sayuran dan buah dari Jawa Barat belum optimal karena dugaan penyakit dan kandungan pestisida dari negara-negara tujuan. Dampaknya, kurang dari 10 persen potensi ekspor komoditas tersebut yang dimanfaatkan saat ini.

Kepala Seksi Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar Lilis Trianingsih di Bandung, Senin (6/7), mengatakan, sejumlah petani masih menggunakan takaran tinggi dalam penyemprotan pestisida.

Kandungan pestisida untuk komoditas ekspor tidak boleh melebihi 0,05 miligram per kilogram sayuran atau buah. Namun, pada sejumlah komoditas, kandungan itu jauh lebih tinggi sehingga baru sedikit potensi ekspor yang direalisasikan. Berdasarkan data Bank Indonesia, realisasi nilai ekspor sayuran dan buah Jabar rata-rata sekitar 135 juta dollar AS per tahun.

Komoditas yang terkena hambatan ekspor, misalnya mangga, pepaya, duku, salak, dan avokad ke China. Pengiriman salak, misalnya, dalam negosiasi. Draf protokol ekspor salak telah disiapkan dan menunggu nota kesepahaman Indonesia dengan National Plant Protection Organization.

Taiwan juga menolak paprika Jabar karena dinilai berisiko membawa lalat buah. Manggis tak bisa masuk ke Australia. Draf protokol ekspor telah disiapkan dan menunggu balasan dari Pemerintah Australia. Penyebab lain di antaranya kutu putih, virus kuning pada cabai, dan nematoda sista kentang.

Singapura meminta tujuh jenis sayuran pada tahun 2006, antara lain tomat, paprika, cabai merah besar, dan selada bokor dari Jabar. Namun, komoditas itu sempat ditolak karena kandungan pestisida tinggi. Singapura juga menduga, komoditas dari Jabar dapat membawa lalat buah.

Solusi dilakukan melalui penerapan prosedur natural yang baik dengan tidak menggunakan pestisida berlebihan. Selain itu, petani juga diberi pemahaman untuk menggunakan pestisida nabati, misalnya pohon kipait, tembakau, dan nimba, guna mengusir hama. Setelah dilakukan upaya tersebut, beberapa negara mengizinkan ekspor dari Jabar. Singapura, misalnya, menerima ekspor sejak tahun 2008.

Dikembalikan

Staf Ahli Kantor Pertanian Kedutaan Besar Belanda Aditya Kusuma mengatakan, ekspor komoditas dengan pestisida tinggi terutama ke negara-negara maju terpaksa dikembalikan. Oleh karena itu, Kantor Pertanian Kedutaan Besar Belanda berupaya melibatkan petani lokal untuk mengurangi kandungan pestisida dari teknik penyemprotan, formulasi cairan, dan pembuatan rumah kaca yang efisien.

Kepala Bidang Impor Karantina Hewan Badan Karantina Pertanian Basir Nainggolan mengatakan, Indonesia memasukkan 600.000 sapi dari Australia setiap tahun. Namun, belum ada sayuran dan buah Indonesia yang masuk ke Australia karena banyak pengusaha belum memahami persyaratan teknis.

Kondisi yang sangat tidak sebanding itu dianggap ironis. Oleh karena itu, persyaratan teknis harus disosialisasikan. Indonesia belum bisa menahan masuknya virus flu burung secara total. Padahal, Indonesia mengekspor unggas ke Jepang. Akibatnya, pemasarannya terkendala penyakit itu.

sumber : kompas

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun