Wednesday, November 2, 2011

Pestisida Menjadi Ancaman Serius Petani Dieng


WONOSOBO, KOMPAS.com - Penggunaan pestisida dan bahan kimia lainnya secara besar-besaran dan terus menerus di lahan kentang dan sayuran di dataran tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, bukan hanya telah merusak kesuburan alami tanah, namun juga mengancam kesehatan para petani di kawasan itu. Bahkan, produk-produk mereka pun kini mempunyai tingkat keterpaparan pestisida yang kian tinggi.

Dari hasil tes yang dilakukan Dinas Kesehatan Wonosobo beberapa waktu lalu terhadap puluhan petani di Kecamatan Kertek dan Kejajar, ditemukan adanya kandungan pestisida dalam darah petani antara ringan hingga tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani sebagai pemakai pestisida rentan terkena racun serangga itu.

Pestisida itu masuk ke dalam tubuh petani dengan berbagai cara, mulai pernafasan, kulit, hidung, maupun mulut. Kalau masih di lambung masih bisa dikeluakan, tapi kalau sudah masuk ke dalam darah, itu akan membentuk ikatan di dalamnya.

"Kondisi ini terjadi di hampir semua petani di Dieng ini," ujar Kepala Laboratorium Teknik Lingkungan dan Air pada Dinas Kesehatan Wonosobo, Titik Eka Wahyuni dalam peringatan Hari Bebas Pestisida 2009 di balai Desa Kuripan, Kecamatan Garung, Wonosobo, Sabtu (5/12).

Penggunaan pestisida oleh petani kentang dan sayuran di Dataran Tinggi Dieng sudah berlangsung puluhan tahun sejak kali pertama kentang di tanam secara massal di kawasan tersebut. Ketergantungan pada pestisida untuk menumbuhkan tanaman taka pernah surut, bahkan dari tahun ke tahun kian tinggi.

Sejumlah petani setempat mengaku, apabila pada dekade 1990-an mereka hanya menggunakan pestisida sebanyak 200-300 liter sekali semprot, maka kini minimal 600 liter pestisida untuk sekali semprot. Bahkan, instensitasnmya pun meningkat, yakni dari seminggu sekali menjadi 2-3 hari sekali, khususnya pada musim hujan.

"Petani di sini sebenarnya tahu semua kalau pestisida berbahaya bagi kesehatan. Keracunan itu kami semua pernah mengalami, mulai mual-mual, pusing, atau berkunang-kunang. Tapi mau bagaimana lagi. Kalau tak begitu nggak bisa panen. Orang sini lebih takut l apar daripada mati, " kata Rosyid (27), petani di Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar.

Tahta Yani (32), petani di Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, mengaku empat tahun lalu dia bersama sejumlah anggota keluarganya pernah dirawat di rumah sakit karena keracunan pestisida. Namun demikian, Tahta dan keluarganya tetap bergelut dengan pestisida unt uk menanam kentang. " Tak ada pilihan lain. Cuma sekarang lebih berhati-hati saja," kata dia enteng.

Menurut Tahta, bukan rahasia lagi kalau hampir semua petani di Dieng mengalami flek pada paru-paru mereka. Hampir semua petani juga mempunyai gangguan pernafasan.

Direktur Esekutif Gita Pertiwi, Rossana Dewi, mengatakan, pestisida merupakan bom waktu dan ancaman kesehatan dan lingkungan serius bagi Wonosobo, khususnya Dieng. Harus ada upaya serius dari semua pihak untuk mencegah masalah ini terus berlarut.

Distribusi pestisida yang demikian terbuka harus dihentikan. Salah satu penyebab tingginya penggunaan pestisida Wonosobo selama ini adalah gencarnya produk-produk pestisida merangsek ke petani. Mereka masuk dengan menawarkan berbagai macam cara promosi menarik seperti iming-iming naik haji, undian motor, serta produk-produk elektronik. Pestisida pun bebas dijual mulai dari toko baju, makanan, hingga penjual pulsa.

"Kondisi ini sudah tak sehat. Peredaran pestisida harus dibatasi. Untuk menjaga kesejahteraan petani selama pestisida dikurangi, harus ada solusinya. Memang sulit karena seringkali hal itu gagal karena ditolak petani. Tapi itu harus dimulai," tandas Gita.

Mohamad Burhanudin

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun