Thursday, November 3, 2011

Infotainment Tak Pedulikan Etika

Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Hujurat : 12)

Rasulullah bersabda : Tahukah kalian apakah ghibah itu ? "Mereka menjawab : "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. "Beliau bersabda :"Yaitu engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya." Ditanyakan : "Bagaimana halnya jika apa yang aku katakan itu (memang) terdapat pada saudaraku ? "Beliau menjawab : "Jika apa yang kamu katakan terdapat pada saudaramu, maka engkau telah menggunjingnya (melakukan ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya maka engkau telah berdusta atasnya". (Hadits Riwayat Muslim, 4/2001)

"Artinya : Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya". (Hadits Riwayat Ahmad, 6/450, shahihul Jami'. 6238)


SEMARANG, KOMPAS.com--Pengamat komunikasi Universitas Diponegoro Semarang, Triyono Lukmantoro, mengemukakan "infotainment" sekadar jurnalisme sensasi yang praktiknya tidak memedulikan kode etik jurnalistik.

"Hanya untuk menghibur masyarakat, namun tidak memedulikan kode etik jurnalistik," katanya di Semarang, Senin.

Dia menilai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kurang memberikan ketegasan sikap terhadap media yang menayangkan "infotainment" sehingga mereka masih menyajikannya dengan lebih menyoroti rumor di kalangan seniman.

Seharusnya, kata dia, KPI memberikan teguran kepada stasiun televisi atas tayangan itu, dan tidak hanya teguran kepada pihak rumah produksi.

"Harusnya teguran itu langsung kepada stasiun televisi, tidak hanya kepada salah satu rumah produksi ’infotainment’," katanya menegaskan.

Triyono yang pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Undip Semarang itu mengatakan tayangan itu juga dapat berdampak buruk terhadap segala aktivitas kalangan seniman.

"Terjadi penyempitan ruang gerak aktivitas seniman karena mudahnya ’infotainment’ mengeksploitasi mereka," katanya.

Dosen Undip Semarang itu mengemukakan isi tayangan "infotainment" selama ini lebih menyoroti privasi para seniman ketimbang prestasi dan hasil karyanya.

Dia tidak mempersoalkan jika "infotainment" tetap tayang di televisi sebagai sajian informasi hiburan, asalkan mengubah isinya.

"Jika dilihat dari berbagai segi, seperti sosial dan agama, isi dari ’infotainment’ sama sekali tidak bisa mengajarkan sisi positif kepada penonton," katanya.

Menurut dia, tayangan itu hanya mendatangkan keuntungan berupa iklan bagi stasiun televisi dan rumah produksi.

Dia berharap KPI segera menangani kasus "infotainment" yang hanya menyajikan karya jurnalistik sensasi.

"Penyajian ’infotainment’ harusnya menyoroti prestasi seniman agar masyarakat termotivasi," katanya.

Ia juga menyatakan pentingnya masyarakat mengerti dan mengenal berbagai hal yang positif atau negatif atas sajian media.

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun