Wednesday, November 9, 2011

Haji Agus Salim: Diplomat Hidup Sederhana

”...Orang tua yang sangat pandai ini adalah seorang yang jenius. Ia mampu bicara dan menulis secara sempurna sedikitnya dalam 9 bahasa. Kelemahannya hanya satu: ia hidup melarat.” (Prof. Schermerhon dalam Het dagboek van Schermerhon).

Hindia Belanda 1915. Terbetik sebuah isu, Syarikat Islam (SI) lewat Tjokroaminito, menerima uang 150.000 gulden dari Jerman. Dana sebesar itu, konon sengaja digelontorkan salah satu negara adi kuasa era tersebut, sebagai upaya untuk membeayai sebuah pemberontakan besar di tanah Jawa.

Demi menerima isu panas itu, pemerintah Hindia Belanda tidak tinggal diam. Mereka lantas menugaskan salah satu agen intel muda di PID (Politiek Inlichtingen Dien) untuk menyelidiki kebenaran isu tersebut. Namun, alih-alih mendapat informasi yang berharga, sang agen malah mengirim berita “mengejutkan” dari Surabaya. Isinya, ia menyatakan keluar dari PID.

“Rupanya, pesona kharisma Tjokro, telah menyihir sang anak muda untuk membelot ke SI,” ujar sejarawan Ridwan Saidi dalam sebuah diskusi sejarah di Republika beberapa waktu yang lalu. Siapakah anak muda itu? Ia tak lain adalah Agus Salim.

Lahir di Koto Gadang, Bukittinggi, 8 Oktober 1884, sedari kecil Agus Salim menikmati pendidikan eksklusif gaya Eropa. Itu terjadi, selain karena ia putera seorang jaksa, ia pun memiliki otak yang encer. Begitu cerdasnya Agus Salim, hingga saat duduk di Europese Lagere School (ELS, sekolah eropa setingkat lanjutan pertama) di Riau, sang kepala sekolah tertarik untuk langsung mendidiknya dengan etika dan bahasa Belanda.

Selulus dari HBS (sekolah Belanda setingkat lanjutan atas), Agus bekerja di Konsulat Belanda di Jeddah, Saudi Arabia. Bekerja di lingkungan asal datangnya Islam itu, membuat Agus belajar banyak soal Islam dan bahasa Arab. Bisa jadi, karena keahliannya di dua bidang tersebut, membuat PID tertarik untuk merekrutnya. Maka, pada sekitar 1913, ia kembali ke Batavia dan resmi bekerja sebagai agen PID.

Seperti sudah disebutkan di atas, PID lantas menugaskan Agus untuk menyelidiki Tjokroaminoto di Surabaya. Penyelidikan itu ternyata berakhir dengan masuknya Agus ke SI. Sejarah menyatat, Agus tidak hanya menjadi anggota SI. Sampai meninggalnya Tjokro pada 1934, ia bahkan selalu disebut-sebut sebagai orang kedua di SI. “Tjokro dan Agus adalah dwitunggal Syarikat Islam,” tulis Mohamad Roem dalam Manusia dalam Kemelut Sejarah.

Hingga 1921, Agus Salim masih memperlihatkan sikap kooperatif terhadap pemerintah Hindia Belanda. Itu dibuktikan dengan kesediannya menjadi anggota Volksraad atau Dewan Rakyat (1921-1924) mewakili SI. Justru di Dewan Rakyat itu sikap radikal Agus mulai terpupuk. Tak jarang ia bicara terbuka, keras, dan menantang. Salah satu bentuk keradikalannya adalah saat ia ngotot menggunakan bahasa Melayu dalam rapat-rapat di Dewan Rakyat. Sebuah sikap yang berani dari seorang bumiputera saat itu.

“Ia pernah mengeritik Dewan Rakyat sebagai ‘komidi ngomong’,” tutur Mohamad Roem.

Seiring bergesernya gaya perjuangan SI ke arah nonkooperatif, Agus dan kawan-kawan SI-nya lantas menyatakan mundur dari Dewan Rakyat. Ia kemudian aktif di JIB (Jong Islamieten Bond) dan sehari-hari bekerja sebagai seorang jurnalis. Tulisannya yang sangat keras bertaburan di beberapa koran dan majalah Hindia Belanda, seperti Hindia Baru, Fadjar Asia dan Het Linch.

Sebagai seorang jurnalis, Agus meliput berbagai peristiwa di pedalaman Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Dengan mata kepalanya sendiri, ia menyaksikan ketidakadilan berbagai aturan Pemerintah Hindia Belanda. Ia juga menjadi saksi berbagai sisitem yang memeras rakyat untuk kepentingan penjajah, mulai praktik kuli kontrak dengan pembayaran minim (poenale sanctie) hingga penyewaan tanah rakyat kepada pengusaha Eropa dalam jangka panjang (erfpacht).

Berbagai pengalaman itu berpengaruh terhadap cara pandangnya di kemudian hari. Termasuk saat ia bersama-sama tokoh pendiri bangsa lainnya menyusun UUD 1945. Konon, Pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang di antaranya berbunyi, “Sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan,” mengandung ide-ide pemikiran Agus Salim.

Agus Salim memang memiliki sumbangan yang tidak kecil dalam pembangunan bangsa baru bernama Indonesia. Bukan hanya sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), ia bahkan termasuk dalam tim kecil perumus Pembukaan UUD RI. Mungkin karena keahliannya dalam tata bahasa Melayu, ia bersama Djajadiningrat dan Soepomo, menjadi penghalus bahasa dalam penyusunan batang tubuh UUD 1945.

“Jauh sebelum dunia Barat bicara tentang hak asasi manusia, Haji Agus Salim sudah menyinggung dalam perjuangannya menuntut kemerdekaan sebagai hak manusia, bahkan hak segala bangsa!” demikian Emil Salim dalam Seratus Tahun Haji Agus Salim.

Kiprah perjuangan “the grand old man” –julukan Soekarno terhadap Agus Salim– tidak hanya sebatas pendirian Indonesia. Pada beberapa kabinet, Agus Salim selalu menduduki peran sebagai menteri luar negeri. Posisinya itu menjadikan ia sering bertemu dan terlibat perdebatan alot dengan para diplomat Kerajaan Belanda. Salah satu diplomat itu adalah Prof. Schermerhon.

Sebagai seorang “musuh” Schermerhon memiliki kesan yang mendalam terhadap Agus Salim. Dalam Het dagboek van Schermerhoon (Buku Harian dari Schermerhoon), ia menggambarkan Agus Salim: “Orang tua yang sangat pandai ini adalah seorang yang jenius. Ia mampu bicara dan menulis secara sempurna sedikitnya dalam 9 bahasa. Kelemahannya hanya satu: ia hidup melarat.”

Berdamai dengan kemelaratan seolah telah menjadi pilihan hidupnya. Itu dibuktikannya pada 4 November 1954, saat bapak pendiri bangsa tertua itu menutup mata selamanya. Tak ada warisan harta dan kemilau materi yang diwariskan kepada anak-anaknya. Ya, hidup sederhana seolah telah “dihitung” sang diplomat tua sejak jauh hari. Sejak ia memutuskan ke luar dari pekerjaannya yang bergaji besar di PID. HAZKALAH

0 comments:

Post a Comment

sabar ya, komentar anda akan kami moderasi terlebih dahulu. laporkan kepada kami apabila ada post yang masih berbentuk kiri ke kanan. nuhun